TORAJA UTARA, KOMPAS.com - “Trichoderma bukan sekadar mikroba, tetapi sahabat tanah yang menghidupkan kembali kesuburan dan melindungi kopi Toraja dari penyakit akar.”
Statement itu menjadi penegasan gerakan semangat hijau dari Lembang Rinding Kila, Kecamatan Buntao, Toraja Utara, Sulawesi Selatan.
Melalui Program Kolaborasi Sosial Membangun Masyarakat (Kosabangsa) 2025, para akademisi dan petani bersatu menumbuhkan harapan baru bagi pertanian kopi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, khususnya di Tana Toraja.
Ketua Tim Pendamping dari Universitas Halu Oleo, Prof. Muhammad Taufik, menyatakan pentingnya penerapan Good Agricultural Practices (GAP) berbasis bioteknologi lokal.
Program ini dijalankan bersama Tim Pelaksana Universitas Kristen Indonesia Toraja (UKI Toraja), yang terdiri atas Althon K. Pongtuluran, Rigel, dan Adewidar Marano.
Baca juga: Manfaat dan Cara Mengaplikasikan Trichoderma sp untuk Tanaman
Kolaborasi lintas universitas ini menjadi jembatan antara dunia akademik dan praktik lapangan, menghadirkan pengetahuan yang langsung diterapkan bersama petani.
Adewidar menjelaskan, pendekatan yang dilakukan berfokus pada transfer teknologi sederhana namun berdampak luas.
“Kami ajarkan petani membuat Trichoderma dari bahan lokal seperti dedak dan jagung giling. Dengan begitu, mereka bisa memproduksi sendiri biofungisida untuk lahan mereka,” ucap Adewidar, Selasa (21/10/2025).
Sementara itu, Althon menjelaskan sisi ekonomi dari inovasi Trichoderma yang memberi peluang usaha.
“Pertanian berkelanjutan tidak hanya menjaga bumi, tapi juga membuka peluang usaha baru dari bahan-bahan lokal yang dulunya tak bernilai,” ujar Althon.
Baca juga: Saat Sampah Membuka Mata, Cerita Nada dan Gerakan Hijau dari Rumah
Senada dengan itu, Rigel menilai Trichoderma sebagai simbol pertanian cerdas dan beretika.
“Ketika petani belajar memproduksinya sendiri, mereka tidak hanya menumbuhkan jamur bermanfaat, tetapi juga menumbuhkan kemandirian,” tutur Rigel.
Edi, Ketua Kelompok Tani Buntu Tille, mengaku kini lebih memahami hubungan erat antara tanah dan kehidupan; dampak positifnya mulai dirasakan.
“Sekarang kami sadar, menjaga tanah berarti menjaga masa depan. Kopi kami tumbuh lebih sehat dan hasil panen meningkat,” ungkapnya.
Dukungan juga datang dari pemerintah Lembang Rinding Kila, Toraja Utara.
Baca juga: Cara Menumbuhkan Trichoderma sp. dengan Mudah dan Murah
Kepala Lembang Rinding Kila, Saul Saleaka Patiung, mengapresiasi kolaborasi yang memperlihatkan sinergi nyata antara ilmu pengetahuan dan budaya lokal.
“Kami melihat ilmu hidup di kebun. Para dosen dan petani bekerja bersama, membawa perubahan nyata tanpa meninggalkan akar budaya,” terang Saul.
Inovasi Trichoderma di Toraja Utara kini menjadi contoh bagaimana ilmu dan kemanusiaan dapat berpadu di tanah tinggi Sulawesi.
Dari mikroba di tanah hingga biji kopi di cangkir dunia, kerja sama lintas universitas ini menunjukkan bahwa pemberdayaan sejati selalu tumbuh dari bumi dan kembali untuk bumi.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang