DEPOK, KOMPAS.com – Meski tren temuan beras oplosan meningkat di sejumlah wilayah, Pemerintah Kota Depok memastikan belum menemukan kasus serupa di daerahnya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kota Depok, Widyati Riyandani mengatakan, pengawasan akan terus diperkuat melalui koordinasi lintas instansi.
“Yang sering terjadi adalah pencampuran beras medium dan premium, lalu dijual dengan harga premium. Ini tentu menurunkan mutu dan tidak sesuai dengan label,” kata Widyati, dikutip dari Antara, Minggu (27/7/2025).
Ia menyebut secara kasat mata, sulit membedakan jenis beras yang telah dicampur. Namun konsumen bisa menilai dari tampilan dan rasa.
Baca juga: Kasus Beras Oplosan, Kejagung Bakal Periksa Kementan hingga Bulog
“Salah satu indikator sederhananya, semakin rendah kadar air dalam beras, maka semakin baik daya simpannya,” jelasnya.
Selama beras yang digunakan masih merupakan bahan pangan, maka risiko terhadap kesehatan cenderung kecil.
Namun bahaya baru muncul jika ada penambahan bahan non-pangan seperti zat pemutih atau pewarna sintetis.
“Kalau itu terjadi, sudah masuk kategori berbahaya dan pasti akan ditindak,” tegasnya.
Saat ini, DKP3 berkomitmen meningkatkan pengawasan bersama Dinas Perdagangan dan Industri (Disdagin) Kota Depok.
Widyati juga mengimbau masyarakat lebih teliti saat memilih beras.
Baca juga: Satu Merek Beras Oplosan Masih Beredar di Pasar Induk Cipinang
“Beras medium umumnya punya butir patah hingga 25 persen. Kalau beras premium, maksimal 15 persen. Dari situ bisa diperhatikan secara visual,” katanya.
Di tengah maraknya peredaran beras berkualitas rendah yang dikemas seolah-olah premium, masyarakat diimbau lebih cermat dalam membedakan mutu beras.
Salah satu indikator utama yang bisa digunakan adalah tingkat patahan butir atau broken.
Hal ini disampaikan Menteri Pertanian Amran Sulaiman dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
“Pertama, lihat broken-nya. Beras premium itu utuh, patahannya sedikit. Kadar airnya pun rendah, maksimal 14 persen,” ujar Amran, dikutip dari Antara.