JAKARTA, KOMPAS.com - Meski pemerintah berulang kali memastikan pasokan beras nasional dalam kondisi aman, fakta di lapangan menunjukkan harga beras di 214 kabupaten/kota masih bertahan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: sejauh mana langkah intervensi yang dilakukan pemerintah mampu menurunkan harga hingga benar-benar dirasakan masyarakat?
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menyebut pemerintah mengandalkan penyaluran beras Bulog sebagai langkah utama.
Baca juga: BPS Prediksi Produksi Beras RI hingga Oktober 2025 Capai 31,04 Juta Ton
Bulog menghadirkan beras medium seharga Rp 12.500 per kilogram (kg), lebih murah dibanding HET beras medium di Zona I, yakni Rp 13.500 per kilogram.
“Kalau HET untuk beras medium di Zona I itu Rp 13.500 per kilogram, maka Bulog hadir dengan beras seharga Rp 12.500 per kilogram. Dengan begitu, masyarakat punya akses ke beras lebih murah dan ini diharapkan memberi dampak nyata dalam menekan harga di pasaran,” ujar Arief di Jakarta, ditulis pada Rabu (3/9/2025).
Selain intervensi harga, Bulog dipastikan mengoptimalkan penyaluran bantuan pangan atau bansos beras kepada 18,2 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Saat ini realisasinya hampir 99 persen.
“Ini bantuan yang langsung menyasar masyarakat yang paling membutuhkan, sekaligus menjaga daya beli mereka di tengah dinamika harga,” paparnya.
Baca juga: Anomali Stok Beras RI: Diklaim Surplus, tapi Harga Tetap Mahal
Namun, pertanyaan kembali muncul: sejauh mana intervensi itu menekan harga di daerah-daerah yang harga berasnya membandel tinggi?
Sebab, di sisi lain pemerintah juga mengakui harga gabah petani kini berada di kisaran Rp 6.500 sampai Rp 7.000 per kilogram, sehingga wajar jika harga beras medium ikut menyesuaikan.