JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam mendorong pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan, keuangan sosial Islam (social finance) menjadi salah satu pilar penting.
Selama ini, social finance di Indonesia identik dengan ZISWAF (Zakat, Infaq, Sedekah, Wakaf).
Padahal, asuransi syariah juga merupakan bagian dari social finance karena dibangun di atas prinsip ta’awun atau tolong-menolong dan takaful atau saling melindungi.
Baca juga: Potensi Wakaf Capai Rp 181 Triliun, BWI Desak Revisi Aturan Lama
Ilustrasi wakaf. Dalam praktiknya, wakaf adalah penyerahan harta yang manfaatnya terus mengalir, sementara aset pokoknya tidak boleh dijual atau diwariskan.
Wakaf dapat berupa tanah, bangunan, uang tunai, surat berharga, bahkan hasil investasi, selama memenuhi prinsip syariah dan ditujukan untuk kepentingan umum.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, potensi wakaf Indonesia sangat besar. Menurut data Badan Wakaf Indonesia (BWI), potensi wakaf tunai mencapai Rp 180 triliun per tahun.
Artinya, masih ada ruang besar untuk memperkuat ekosistem wakaf nasional.
Baca juga: Prudential Syariah dan PP Muhammadiyah Kolaborasi Distribusi Wakaf
Tantangan wakaf selama ini adalah bagaimana membuatnya lebih mudah untuk dapat dilakukan masyarakat. Selain melalui tanah, tabungan, wakaf juga dapat dilakukan melalui asuransi syariah.
Di sinilah asuransi syariah berperan sebagai sarana wakaf modern, memudahkan masyarakat untuk berwakaf tanpa harus memiliki aset besar.
Salah satu pendekatan baru untuk mengembangkan wakaf adalah melalui asuransi syariah dengan fitur wakaf. Produk ini memungkinkan peserta asuransi untuk mewakafkan sebagian manfaat asuransi jiwa mereka.
“Wakaf dan asuransi syariah bisa saling memperkuat. Asuransi syariah memiliki potensi menjadi pintu masuk bagi masyarakat untuk mulai berkontribusi dalam wakaf secara terstruktur dan terencana,” ungkap Mayang Ekaputri, Chief Strategy Officer Prudential Syariah dalam keterangan tertulis, Minggu (2/11/2025).