JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pertama, Yunus Husein, berkelakar dengan menyebut gen masyarakat Indonesia korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Pandangan ini Yunus sampaikan ketika membicarakan kolusi antara pejabat dengan penguasa di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
“Seringkali mereka, pengusaha Indonesia sama penguasa ada kaitan. Enggak berdiri sendiri, karena karakter kita, kayaknya gen kita itu KKN, saya curiganya begitu,” ujar Yunus berkelakar dalam wawancara di program GASPOL! yang tayang di YouTube Kompas.com, Sabtu (7/6/2025).
Baca juga: Kementerian Lingkungan Hidup: PT GAG Nikel Boleh Menambang di Raja Ampat
Yunus menuturkan, Bea Cukai merupakan sumber pendapatan negara.
Ditjen di bawah Kementerian Keuangan itu ditargetkan mengumpulkan pendapatan negara Rp 300 triliun per tahun.
Jumlah ini setara dengan 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Bea Cukai tidak hanya bertugas untuk memungut bea masuk dari barang-barang impor.
Sebab, wewenang mereka ketika disalahgunakan bisa merusak harga pasar komoditas dalam negeri.
Baca juga: Penegakan Pelaporan Uang Tunai Lemah, Yunus Husein: Uang Haram Bisa Lolos Lewat Perbatasan
Pada suatu kasus, terjadi kawasan berikat Bea Cukai yang digunakan untuk menimbun barang impor guna diolah sebelum akhirnya diekspor.
Barang-barang impor di kawasan itu tidak dikenakan bea masuk.
Namun, terdapat orang yang menyalahgunakan wewenangnya.
Barang-barang masuk kawasan berikat lalu dijual ke pasar dalam negeri.
“Ya ngerusak pasar di dalam karena pasti murah kan,” ujarnya.
Baca juga: Eks Kepala PPATK Soroti Dugaan Uang Haram dari Korupsi Mengalir Lewat Bea Cukai
Oleh karena itu, Yunus berharap Letjen TNI Djaka Budi Utama bersikap tegas mengusut pegawai Bea Cukai yang berkongsi dengan pengusaha menyelundupkan barang-barang dari luar negeri. “Jadi kalau mau tercapai (target Rp 300 triliun) janganlah banyak yang smuggling-smuggling (penyelundup), harus keras,” tutur Yunus.
Pandangan mengenai KKN ini bukan tanpa alasan.
Menurut Yunus, begitu maraknya korupsi di Indonesia, perbuatan rasuah dilakukan penyidik hingga hakim agung, di sekolah TK hingga perguruan tinggi, dan Sabang sampai Merauke meski tengah dilanda wabah pandemi Covid-19.
“Korupsi itu ada semua, enggak turun-turun,” kata Yunus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.