BENGKULU, KOMPAS.com – Bupati Kaur, Bengkulu, Gusril Pausi, merayakan Hari Raya Idul Adha di Desa Pasar Jumat, Kecamatan Nasal, Kabupaten Kaur, pada Jumat (6/6/2025).
Namun, momen suci itu diwarnai kekecewaan mendalam karena sejumlah pejabat penting di lingkungan Pemkab Kaur tidak hadir mendampingi.
Gusril didampingi sang istri, anak-anak, serta Wakil Bupati Abdul Hamid. Mereka bangun sejak pukul 03.00 WIB untuk menempuh perjalanan selama tiga jam demi menunaikan Salat Idul Adha bersama masyarakat desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan.
Namun, ketidakhadiran para pejabat membuat Gusril geram.
“Jadi saya telah umumkan pada seluruh pejabat untuk ikut dirinya menggelar Salat Idul Adha di Desa Pasar Jumat. Ini desa terpencil berbatasan dengan kawasan hutan. Akses jalan buruk, belum tersentuh pemerintah,” ujar Gusril kepada Kompas.com, Sabtu (8/6/2025).
Baca juga: Toko Emas Tertipu Nenek Licik, Gelang Palsu Lolos Uji Awal dan Bawa Kabur Uang Rp 29 Juta
Menurut Gusril, Desa Pasar Jumat belum tersentuh pembangunan. Karena itu, selain merayakan Idul Adha dan menyalurkan dua ekor sapi untuk kurban, ia juga ingin mendengar langsung aspirasi masyarakat.
Namun harapan itu tak sejalan dengan kenyataan. Sejumlah pejabat penting seperti Kepala Dinas PU, Dukcapil, dan Sosial justru tidak hadir.
“Namun alangkah kecewanya saya ketika mengetahui Kepala Dinas (Kadis) PU, Dukcapil, dan Sosial tidak ikut serta, padahal tiga dinas itu pintu depan pelayanan publik,” ujarnya kecewa.
“Saya begitu kecewa. Sebagai bupati baru saya mengalami kesulitan merotasi para pejabat yang tidak taat. Aturan dari Kemendagri baru bisa bulan Agustus. Enak betul para pejabat dapat tunjangan, fasilitas, mobil dinas, namun membangkang,” ujar Gusril.
Gusril mengungkap bahwa apa yang dialaminya bukan kasus tunggal. Banyak kepala daerah baru mengalami hambatan serupa: birokrasi tidak patuh, tapi belum bisa melakukan rotasi jabatan karena terbentur aturan.
“Ada banyak aturan yang intinya bupati baru belum diperkenankan merotasi jabatan. Agustus hal itu baru bisa dibolehkan oleh Mendagri. Sementara pejabat sudah malas bekerja. Namun fasilitas, tunjangan tetap mereka nikmati,” jelasnya.
Gusril menyebut bahwa hal ini menghambat capaian kerja 100 hari yang ditargetkan pemerintahannya.
“Kami ini menginginkan kerja cepat. Rakyat menunggu. Namun kalau mesin birokrasi tidak taat, ini merepotkan. Capaian kerja 100 hari banyak kedodoran,” ungkap dia.
Berangkat dari pengalamannya selama mengikuti Pilkada, Gusril pernah menyampaikan usulan agar ASN tidak memiliki hak memilih, seperti halnya TNI dan Polri.
“Ini usulan, kan boleh-boleh saja warga negara mengusulkan. Belajar dari pengalaman Pilkada yang saya ikuti. ASN sangat rentan ditunggangi petahana atau kepentingan politik tertentu seperti Pilkada. ASN itu mesin birokrasi. Apabila ditunggangi kepentingan politik seperti Pilkada, sungguh tidak elok,” ungkap Gusril.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.