KOMPAS.com - Keputusan resign yang seharusnya menjadi awal hidup baru justru berubah jadi perkara hukum yang menyakitkan bagi Tita Delima, warga Boyolali.
Ia digugat oleh bekas tempat kerjanya, sebuah klinik gigi di Solo Baru, sebesar Rp 120 juta hanya beberapa bulan setelah mengundurkan diri secara baik-baik.
Gugatan ini membuat Tita kecewa dan merasa diperlakukan tidak adil.
“Awal masuk saya hanya digaji Rp 20 ribu per hari selama masa percobaan satu bulan,” ujar Tita, Rabu (30/7/2025).
Baca juga: Gaji Rp 2,4 Juta, Tita Digugat Rp 120 Juta karena Resign
Setelah masa percobaan, gajinya perlahan naik dari Rp 1,8 juta, ke Rp 2 juta, dan terakhir mencapai Rp 2,4 juta per bulan.
“Itu sudah termasuk tambahan Rp200 ribu karena ada penambahan job desk. Gaji itu untuk mencukupi kebutuhan saya dan keluarga. Saya tinggal bersama ibu dan kakak laki-laki. Ayah saya sudah meninggal,” jelasnya.
Tita memutuskan resign pada akhir 2024 karena merasa tak nyaman dan ingin merintis usaha kecil-kecilan di bidang kuliner.
“Saya tidak pernah berniat melanggar kontrak atau merugikan siapa pun,” tegasnya.
Namun, keputusan itu justru berujung gugatan. Tita digugat Rp 120 juta, terdiri dari dua komponen: Rp 50 juta sebagai pengganti gaji selama dua tahun masa kerja, dan Rp 70 juta sebagai ganti rugi immateriil atas dugaan pelanggaran komitmen kerja.
"Dalam berkas perkara tertulis Rp 50 juta itu sebagai bentuk penggantian gaji selama dua tahun. Sisanya Rp 70 juta karena perusahaan merasa kecewa dan sakit hati karena Tita dianggap melanggar komitmen,” jelas drg. Maria Santiniaratri, Co-Founder Symmetry, Rabu (30/7/2025).
Maria juga menyinggung soal aturan internal di luar kontrak, termasuk kewajiban membayar kembali iuran BPJS Ketenagakerjaan bila resign sebelum kontrak selesai.
Tita sendiri mulai bekerja pada 2022 dengan durasi kontrak dua tahun. Namun, ia memilih keluar lebih awal pada Desember 2024.
“Pemilik klinik menyetujui keputusannya dan membebaskannya pada November 2024,” ungkap Tita.
Tapi, gaji bulan terakhir tidak dibayarkan karena dianggap sebagai bentuk penalti.
Tak lama setelah keluar, Tita mulai usaha rumahan: jualan kue.