TULUNGAGUNG, KOMPAS.com - Sepak bola sering dipandang hanya soal menang dan kalah.
Tentang siapa mencetak gol, siapa yang diusung sebagai juara.
Namun Evan Dimas kini melihatnya dengan kacamata berbeda.
Setelah belasan tahun mengejar gelar, membela timnas, dan bermain di klub-klub besar, ia menemukan makna baru sepak bola.
Bukan di stadion besar, melainkan di sebuah sanggar bernama Saraswati Nuswantara yang biasa berlatih di lapangan desa Mojoarum Tulungagung, Jawa Timur.
“Sanggar ini luar biasa,” ucap pemain timnas Indonesia kepada jurnalis termasuk Kompas.com.
“Di sini saya merasa mendapatkan wawasan yang tidak pernah saya temui selama saya bermain. Sepak bola bukan hanya tentang skill dan teknik, tapi juga tentang nilai-nilai: moral, etika, kebersamaan,” imbuhnya.
Baca juga: Indra Sjafri dan Evan Dimas, Ikatan yang Tak Pernah Putus
Sanggar Saraswati Nuswantara bukan sekadar tempat latihan, namun rumah bagi banyak aktivitas seni, budaya, sains, hingga olahraga.
Dia juga terlibat di bagian sepak bolanya, dan perlahan-lahan sanggar ini mengubah jalan hidupnya.
“Saya memilih jadi pelatih karena konsep di sini membuka hati saya. Setelah diskusi panjang, saya memutuskan untuk memulai sesuatu yang baru,” kata Evan Dimas.
Sebelum terjun penuh menjadi pelatih, ia sudah memegang lisensi kepelatihan C.
Kini, ia tengah bersiap melanjutkan ke lisensi B, dengan target yang jelas dapat membangun sistem pembinaan sepak bola usia dini yang terstruktur.
“Saya mulai merapikan semua dengan struktur. Sekarang saya benar-benar memutuskan untuk fokus,” imbuhnya.
Baca juga: Dulu Kapten Timnas, Kini Evan Dimas Jadi Pelatih SSB di Tulungagung
Kini menjadi pelatih bukan sekadar profesi, tapi juga panggilan.
Di tengah proses ini, ia menyadari bahwa mendidik anak-anak bukan hanya soal memberikan latihan passing atau shooting.