Salah satu pengusaha pabrik tahu di Dusun Klagen, Tropodo, Muhajir mengaku, pabrik tahunya tidak sepenuhnya menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakar.
Sebagian bahan bakar menggunakan ramah lingkungan, yakni sabut kelapa dan kayu. Hal ini juga dibuktikan dengan asap yang ditimbulkan warganya tidak cenderung hitam.
Namun ia tidak menampik, masih banyak pengusaha pabrik tahu di desanya yang masih murni menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakar.
“Lihat itu, asapnya hitam kan? Itu yang masih pakai plastik,” kata Muhajir sambil menunjukkan asap yang muncul dari cerobong pabrik lain di sekitar tempatnya.
“Sesama pengusaha itu saya sering ajak diskusi, gimana caranya supaya tidak sampai menggunakan sampah plastik, tapi ya tetap keras kepala,” kata dia.
Pada masa kepemimpinan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, pengusaha pabrik tahu di Tropodo mendapat bantuan bioler tungku kayu bakar.
“Tapi tidak pernah disosialisasi atau semacamnya. Jadi tidak terpakai itu punya saya, tidak bisa,” ucap dia.
Muhajir juga geram dengan pengawasan Pemerintah selama ini yang dinilainya tidak serius.
Hanya datang melakukan sidak saat isu pabrik tahu Tropodo kembali mencuat ke publik.
“Kalau lagi ramai doang diawasi. Kalau ada yang sidak ke sini baru ribut semua. Kita pernah rapat sama pejabat Kementerian dan Provinsi Jatim, juga tidak diberi waktu untuk menyampaikan pendapat,” ujar dia.
Ia berharap, sebagai pelaku usaha dapat terus dikawal agar daerahnya tertib dan tidak menimbulkan efek bahaya bagi kesehatan warga setempat.
“Kami berharap itu ya dikawal, ada pembinaan, sosialisasi kesehatan. Kalau ada ribut-ribut saja ke sini,” pintanya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Sidoarjo, Bahrul Amiq mengakui pihaknya kesulitan mengatasi pencemaran di pabrik tahu di Desa Tropodo.
“Saya berpikir, mau dilarang seperti apa itu juga tidak bisa, PR-nya masih banyak. Kami bersama Provinsi dan Kementerian itu sudah memberikan peringatan keras,” kata Bahrul Amiq.
Padahal, praktik penggunaan bahan plastik sebagai bahan bakar secara tegas dilarang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kata Amiq, kelemahan Pemerintah Daerah (Pemda Sidoarjo) tidak memiliki tim PBNS atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup yang sudah terverifikasi, sehingga tidak dapat melakukan penyidikan.
Sehingga, pihaknya meminta bantuan kepada Kementerian Lingkungan Hidup untuk turut mengatasi pabrik tahu di Tropodo.
“Kita juga tidak mungkin standby di sana 24 jam. Kadang saya minta Pak Lurah untuk memberikan info. Makanya saya juga berharap Camat, Koramil, Kapolsek, itu lebih dekat,” sebut dia.
Sebenarnya, pada pertengahan Mei 2025 lalu, Pemda, Pemprov, dan Kementerian telah mengawal 51 pengusaha pabrik tahu untuk berkomitmen untuk tidak lagi menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakar.
Namun, praktik ini masih terus berlanjut.