Amiq juga mengaku sedang mengkaji solusi mengatasi pencemaran udara di Desa Tropodo dengan menggunakan alat yang mampu meresidu asap pembakaran.
“Karena selama ini asapnya langsung keluar dari cerobong menjadi partikulat hitam pekat, harus ada treatment mencuci asap,” terang dia.
Pemda Sidoarjo sempat menyebut akan memberikan subsidi bahan bakar ramah lingkungan.
Namun, hingga saat ini belum ada realisasi. “Saya belum dapat progres untuk jaringan gasnya. Waktu itu Pemprov mau mengundang Pertamina untuk membantu melakukan uji coba,” ujar dia.
Dosen Teknik Lingkungan Universitas Airlangga Surabaya, Rizky Amalia Putri mengatakan, bahan bakar ramah lingkungan yang bisa digunakan adalah kayu bakar, minyak jelantah, atau gas elpiji.
“Pembakaran plastik dengan teknik yang benar, yaitu tungku pembakaran tertutup, suhu terukur (850-140 °C), sehingga tidak menghasilkan zat beracun seperti dioksin,” kata dia.
Selain itu, cerobong emisi harus dilengkapi dengan alat pengendali pencemar udara, dan pemantauan kualitas udara di cerobong serta lingkungan sekitar pembakaran juga dilakukan secara berkala terhadap kandungan GRK dan gas beracun lainnya.
Pemerintah juga harus aktif melakukan pemantauan operasional pabrik dan emisi udara yang dikeluarkan, serta kualitas udara di sekitar pabrik dan memberikan solusi atau hukuman terhadap pabrik yang masih melanggar ketentuan operasional.
“Misalnya penutupan pabrik, mencabut izin operasional, dan sebagainya. Kerjasama juga dibutuhkan antara pemerintah, Lembaga Masyarakat, pemilik pabrik, dan akademisi dalam menyelesaikan masalah ini secara optimal,” tutup perempuan lulusan ITS Surabaya tersebut.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini