MALANG, KOMPAS.com - Penetapan Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen sebagai tersangka kasus dugaan penghasutan aksi anarkis mendapat sorotan.
Pakar Hukum Pidana Universitas Brawijaya (UB), Prija Djatmika, menyampaikan, bahwa kepolisian harus mampu menunjukkan bukti konkret berupa unggahan di media elektronik yang secara eksplisit berisi ajakan atau hasutan kepada pelajar untuk melakukan kericuhan.
Menurut Prija, dasar hukum yang kerap digunakan dalam kasus semacam ini yakni Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang membuka ruang pemidanaan terhadap penyebaran informasi yang mengandung ujaran kebencian atau penghasutan.
Baca juga: Lokataru Nilai Penangkapan Delpedro Marhaen Bentuk Kemunduran Demokrasi
"Pasal 5 Undang-Undang ITE memang memungkinkan informasi atau dokumen elektronik yang berisi penyebaran kebencian, penghasutan, atau kabar bohong untuk dipidana," jelas Prija pada Rabu (3/9/2025).
Meskipun demikian, ia menggarisbawahi bahwa proses pembuktian menjadi kunci utama. Tanpa bukti digital yang otentik, dakwaan yang diajukan nantinya akan lemah.
"Harus bisa dibuktikan bahwa konten yang diunggah itu memang berisi hasutan atau kabar bohong sesuai UU ITE. Tanpa bukti unggahan tersebut, maka syarat dua alat bukti tidak terpenuhi," katanya.
Baca juga: Direktur Lokataru Ditangkap, Komnas HAM Minta Polisi Terapkan Keadilan Restoratif
Prija menjelaskan bahwa UU ITE memperluas alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam konteks digital, hasil tangkapan layar (screenshot) atau cetakan dari informasi elektronik diakui sebagai alat bukti yang sah.
"Untuk kasus Delpedro ini, harus ada bukti unggahan spesifik yang mengajak pelajar atau anak-anak untuk berdemo. Proses unggahnya harus bisa dibuktikan dan dipertanggungjawabkan secara hukum," ujarnya.
Lebih lanjut, Prija menambahkan bahwa kasus ini juga bersinggungan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Menurutnya, mengajak atau bahkan membiarkan anak-anak terlibat dalam situasi kekerasan seperti demonstrasi yang berpotensi ricuh memang merupakan tindakan yang dilarang.
"Namun sekali lagi, harus ada alat bukti yang kuat yang membuktikan adanya ajakan atau hasutan tersebut. Tanpa itu, tuduhan tidak memiliki dasar yang kokoh di mata hukum," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Polda Metro Jaya menetapkan Delpedro Marhaen sebagai tersangka dalam kasus dugaan penghasutan kepada pelajar untuk terlibat dalam aksi yang berujung ricuh di Jakarta. Penangkapan Delpedro dilakukan pada Senin (1/9/2025) malam. Ia diamankan di sekretariat Lokataru Foundation, Jakarta.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini