Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Penangkapan Direktur Lokataru, Pakar Hukum UB: Harus Ada Alat Bukti yang Kuat

Kompas.com - 03/09/2025, 15:07 WIB
Nugraha Perdana,
Andi Hartik

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Penetapan Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen sebagai tersangka kasus dugaan penghasutan aksi anarkis mendapat sorotan.

Pakar Hukum Pidana Universitas Brawijaya (UB), Prija Djatmika, menyampaikan, bahwa kepolisian harus mampu menunjukkan bukti konkret berupa unggahan di media elektronik yang secara eksplisit berisi ajakan atau hasutan kepada pelajar untuk melakukan kericuhan.

Menurut Prija, dasar hukum yang kerap digunakan dalam kasus semacam ini yakni Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang membuka ruang pemidanaan terhadap penyebaran informasi yang mengandung ujaran kebencian atau penghasutan.

Baca juga: Lokataru Nilai Penangkapan Delpedro Marhaen Bentuk Kemunduran Demokrasi

"Pasal 5 Undang-Undang ITE memang memungkinkan informasi atau dokumen elektronik yang berisi penyebaran kebencian, penghasutan, atau kabar bohong untuk dipidana," jelas Prija pada Rabu (3/9/2025).

Meskipun demikian, ia menggarisbawahi bahwa proses pembuktian menjadi kunci utama. Tanpa bukti digital yang otentik, dakwaan yang diajukan nantinya akan lemah.

"Harus bisa dibuktikan bahwa konten yang diunggah itu memang berisi hasutan atau kabar bohong sesuai UU ITE. Tanpa bukti unggahan tersebut, maka syarat dua alat bukti tidak terpenuhi," katanya.

Baca juga: Direktur Lokataru Ditangkap, Komnas HAM Minta Polisi Terapkan Keadilan Restoratif

Prija menjelaskan bahwa UU ITE memperluas alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam konteks digital, hasil tangkapan layar (screenshot) atau cetakan dari informasi elektronik diakui sebagai alat bukti yang sah.

"Untuk kasus Delpedro ini, harus ada bukti unggahan spesifik yang mengajak pelajar atau anak-anak untuk berdemo. Proses unggahnya harus bisa dibuktikan dan dipertanggungjawabkan secara hukum," ujarnya.

Lebih lanjut, Prija menambahkan bahwa kasus ini juga bersinggungan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Menurutnya, mengajak atau bahkan membiarkan anak-anak terlibat dalam situasi kekerasan seperti demonstrasi yang berpotensi ricuh memang merupakan tindakan yang dilarang.

"Namun sekali lagi, harus ada alat bukti yang kuat yang membuktikan adanya ajakan atau hasutan tersebut. Tanpa itu, tuduhan tidak memiliki dasar yang kokoh di mata hukum," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Polda Metro Jaya menetapkan Delpedro Marhaen sebagai tersangka dalam kasus dugaan penghasutan kepada pelajar untuk terlibat dalam aksi yang berujung ricuh di Jakarta. Penangkapan Delpedro dilakukan pada Senin (1/9/2025) malam. Ia diamankan di sekretariat Lokataru Foundation, Jakarta.

 

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Terkini Lainnya
Pelaku Mutilasi Berupaya Hilangkan Sidik Jari Korban, Kapolres Mojokerto: Agar Sulit Diidentifikasi
Pelaku Mutilasi Berupaya Hilangkan Sidik Jari Korban, Kapolres Mojokerto: Agar Sulit Diidentifikasi
Surabaya
Remaja Pembuang Bayi di Pasuruan Diketahui Hamil Sejak SMP
Remaja Pembuang Bayi di Pasuruan Diketahui Hamil Sejak SMP
Surabaya
Kadisdik Magetan: Meski Sempat Terlambat, Bantuan Chromebook Tetap Bisa Digunakan Hingga Saat ini
Kadisdik Magetan: Meski Sempat Terlambat, Bantuan Chromebook Tetap Bisa Digunakan Hingga Saat ini
Surabaya
Pria di Bangkalan Tewas Usai Dibacok 2 Orang di Tepi Jalan
Pria di Bangkalan Tewas Usai Dibacok 2 Orang di Tepi Jalan
Surabaya
Rekam Jejak Irfan Yusuf, dari Ponpes Tebuireng Jombang Kini Menteri Haji dan Umrah
Rekam Jejak Irfan Yusuf, dari Ponpes Tebuireng Jombang Kini Menteri Haji dan Umrah
Surabaya
Longsor Tutup Jalan Trans Ende-Maumere, Aktivitas Warga Terganggu
Longsor Tutup Jalan Trans Ende-Maumere, Aktivitas Warga Terganggu
Surabaya
Khofifah Bantah PHK Massal di Gudang Garam: Itu Pensiun Dini, Hanya 200 Orang
Khofifah Bantah PHK Massal di Gudang Garam: Itu Pensiun Dini, Hanya 200 Orang
Surabaya
Amankan Iklim Investasi, Pemkab Situbondo Bentuk Satgas Tangani Ormas Terafiliasi Preman
Amankan Iklim Investasi, Pemkab Situbondo Bentuk Satgas Tangani Ormas Terafiliasi Preman
Surabaya
Penerbangan Rute Surabaya-Banyuwangi Aktif Lagi, Terbang 2 Kali Sepekan
Penerbangan Rute Surabaya-Banyuwangi Aktif Lagi, Terbang 2 Kali Sepekan
Surabaya
Eri Cahyadi Angkat Anak Damkar Surabaya yang Gugur Saat Bertugas, Gantikan Ayahnya
Eri Cahyadi Angkat Anak Damkar Surabaya yang Gugur Saat Bertugas, Gantikan Ayahnya
Surabaya
Polisi Beri Peringatan Terakhir untuk Penjarah Kembalikan Barang Milik Kantor DPRD Kota Madiun
Polisi Beri Peringatan Terakhir untuk Penjarah Kembalikan Barang Milik Kantor DPRD Kota Madiun
Surabaya
Suspek Meningkat, 20 Desa Ditetapkan KLB Campak di Pamekasan
Suspek Meningkat, 20 Desa Ditetapkan KLB Campak di Pamekasan
Surabaya
Ibu 16 Tahun yang Buang Bayinya di Lahan Bekas Kolam Lele Kini Dirawat di Rumah Sakit
Ibu 16 Tahun yang Buang Bayinya di Lahan Bekas Kolam Lele Kini Dirawat di Rumah Sakit
Surabaya
Ketua RT di Banyuwangi Kaget Lihat Paket Sabu Berserakan di Jalan, Langsung Lapor Babinsa
Ketua RT di Banyuwangi Kaget Lihat Paket Sabu Berserakan di Jalan, Langsung Lapor Babinsa
Surabaya
Derita Orangtua Korban Mutilasi Rela Berjualan Sempol Demi Kuliahkan Anak, Ketua RT: Mereka Sempat Kebingungan
Derita Orangtua Korban Mutilasi Rela Berjualan Sempol Demi Kuliahkan Anak, Ketua RT: Mereka Sempat Kebingungan
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau