Proyeksi Mercator, yang dikembangkan oleh kartografer Gerardus Mercator untuk keperluan navigasi laut, memperbesar wilayah-wilayah di dekat kutub, seperti Eropa, Amerika Utara, dan Greenland.
Sebaliknya, benua Afrika dan Amerika Selatan tampak jauh lebih kecil dari ukuran aslinya.
"Ini mungkin tampak seperti peta biasa, tetapi kenyataannya tidak," ujar Wakil Ketua Komisi Uni Afrika, Selma Malika Haddadi, dalam wawancara dengan Reuters, dikutip dari CNN, Jumat (15/8/2025).
Haddadi menegaskan bahwa peta Mercator menciptakan kesan seolah Afrika “marjinal”, padahal benua ini merupakan yang terbesar kedua di dunia berdasarkan luas wilayah dan memiliki lebih dari satu miliar penduduk.
Adapun Uni Afrika saat ini memiliki 55 negara anggota.
Menurutnya, representasi yang keliru ini berdampak luas terhadap cara dunia melihat Afrika, termasuk dalam media, pendidikan, dan kebijakan publik.
Kritik terhadap peta Mercator bukanlah hal baru. Namun, kampanye bertajuk Correct The Map yang diinisiasi oleh organisasi Africa No Filter dan Speak Up Africa, kembali menggugah kesadaran global akan pentingnya representasi geografis yang adil dan akurat.
Kampanye ini menyerukan penggunaan proyeksi Equal Earth yang dirilis pada 2018. Proyeksi ini dirancang untuk menunjukkan ukuran wilayah secara lebih proporsional, terutama di sekitar garis khatulistiwa.
“Ukuran peta Afrika saat ini salah,” kata Moky Makura, Direktur Eksekutif Africa No Filter.
“Ini adalah kampanye misinformasi dan disinformasi terpanjang di dunia, dan ini harus dihentikan,” ujarnya tegas.
Senada dengan itu, Fara Ndiaye, salah satu pendiri Speak Up Africa, menilai proyeksi Mercator turut membentuk identitas dan harga diri generasi muda Afrika.
“Anak-anak melihat peta ini sejak usia dini di sekolah. Ini memengaruhi cara mereka melihat diri mereka dan benua mereka,” ujar Ndiaye.
Ia menambahkan, kampanye Correct The Map tengah mendorong agar proyeksi Equal Earth diadopsi sebagai standar dalam kurikulum pendidikan di seluruh Afrika.
“Harapannya, peta ini juga akan digunakan oleh lembaga-lembaga internasional, termasuk yang berkantor di Afrika,” ujarnya.
Ia menegaskan, Uni Afrika akan mendorong adopsi peta Equal Earth secara lebih luas dan akan membahas langkah-langkah kolektif bersama negara-negara anggotanya.
Meski telah banyak menuai kritik, proyeksi Mercator masih lazim digunakan di berbagai institusi pendidikan dan perusahaan teknologi.
Google Maps, misalnya, beralih dari proyeksi Mercator ke tampilan bola dunia 3D untuk versi desktop pada 2018, tetapi proyeksi Mercator tetap menjadi pilihan default di aplikasi ponsel.
Kampanye Correct The Map juga mendorong organisasi global seperti Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk sepenuhnya meninggalkan Mercator.
Seorang juru bicara Bank Dunia menyatakan, lembaganya telah menggunakan proyeksi Winkel-Tripel dan Equal Earth untuk peta statis, dan secara bertahap mengganti Mercator dari peta daringnya.
Sementara itu, pihak kampanye mengaku telah mengajukan permintaan resmi kepada badan geospasial PBB, UN-GGIM.
Juru bicara PBB menyampaikan bahwa dokumen tersebut akan ditinjau dan dibahas oleh komite ahli setelah diterima.
Dukungan terhadap inisiatif ini juga datang dari kawasan lain. Wakil Ketua Komisi Reparasi Komunitas Karibia (CARICOM), Dorbrene O’Marde, menyebut penggantian peta Mercator sebagai penolakan terhadap “ideologi kekuasaan dan dominasi”.
https://www.kompas.com/global/read/2025/08/18/171556370/peta-dunia-dinilai-tak-akurat-ukuran-afrika-harusnya-jauh-lebih-besar