Ada pula isi surat yang memuat pikiran kejam.
Sebagai seseorang yang gemar membaca kisah fiksi, Edith terkadang membayangkan dirinya sebagai karakter dalam novel yang mengisyaratkan ingin menyingkirkan Percy, contohnya dengan meracuni makanannya dengan pecahan kaca kecil.
Dalam satu surat dia menulis:
Kemarin saya bertemu dengan seorang perempuan yang kehilangan tiga suami dan bukan karena perang. Dua pria tenggelam dan satu bunuh diri. Tapi beberapa orang yang saya kenal tidak bisa kehilangan satu (suami) pun. Betapa semua ini tidak adil. Bess dan Reg akan datang untuk makan malam hari Minggu.
Surat lain memuat kalimat:
Saya terangkat oleh harapan dari sebuah 'bohlam' yang banyak saya pakai dan saya menggunakan banyak potongan besar, bukan bubuk - dan itu tidak berpengaruh. Saya sangat berharap dapat mengirimkan kabel itu kepada Anda, tetapi tidak, tidak ada yang terjadi karena itu.
Profesor dari University College London, René Weis, yang telah mempelajari kasus Edith selama berdekade-dekade, percaya bahwa surat-surat itu hanya menunjukkan "cara kerja imajinasi romantis yang berlebihan".
Bagi Edith, kata-katanya terbukti mematikan.
Pada 3 Oktober 1922 Edith dan Percy menonton pertunjukan komedi The Dippers di Teater Criterion dekat Piccadilly Circus. Setelah menonton pertunjukan, mereka menumpang kereta bawah tanah ke Jalan Liverpool sebelum naik kereta ke Ilford.
Saat mereka sedang berjalan di Jalan Belgrace, seorang pria menerobos pasangan itu. Saat pertama kali diinterogasi, Edith memberitahu polisi bahwa dia dihempaskan dan kemudian menemukan suaminya terbaring di tanah.
Seorang dokter ditelpon dan Percy dinyatakan meninggal.
Awalnya, pria 32 tahun itu dianggap meninggal karena pendarahan mendadak. Namun, ketika tubuhnya diperiksa oleh polisi, ditemukan luka pisau di lehernya. Pada siang hari, darahnya terlihat berceceran di jalan sepanjang 13 meter.
Baca juga: Kisah Sopir Taksi Kerja Pakai Selang Oksigen, Tetap Nyetir saat Cuci Darah
Di kantor polisi Ilford, para detektif mengatur supaya Edith dan Freddy bertatapan satu sama lain, dengan harapan hal itu akan memberatkan hati Edith.
Setelah pertemuan itu, Edith meratap: "Mengapa dia melakukannya? Saya tidak ingin dia melakukannya. Ya Tuhan, ya Tuhan, apa yang bisa saya lakukan? Saya harus mengungkapkan kebenaran."
Kabin Freddy di Kapal Morea digeledah dan lebih banyak surat ditemukan dalam kotak terkunci, termasuk surat-surat yang berisi keinginan Edith untuk menyingkirkan suaminya.
Freddy tidak membantah menikam Percy, tetapi ia mengeklaim bahwa suami Edith menyerang terlebih dahulu dan ia bermaksud membela diri.
Ketika dia diberitahu oleh polisi bahwa Edith juga akan didakwa dengan pembunuhan, Freddy menjawab: "Mengapa dia? Nyonya Thompson tidak mengetahui gerak-gerik saya."
"Mereka penuh glamor. Mereka hampir seperti bintang film," kata Laura Thompson. "Dia (Freddy) tampak seperti sosok Rupert Brooke, dan dia (Edith) pasti memiliki aura erotis yang besar dalam dirinya."
Pada 6 Desember 1922, Edith dan Freddy digiring ke dalam ruang pengadilan untuk menjalani sidang kasus pembunuhan.
Kerumunan orang berkumpul lebih awal di luar pengadilan London yang terkenal itu.
Pada penghujung sidang selama sembilan hari, sejumlah pria pengangguran mengantre di luar gedung itu setiap malam dan menjual posisi mereka dalam antrean esok paginya dengan harga di atas rata-rata gaji mingguan Inggris saat itu.
Ketika ia berbicara pada program radio BBC pada 1973, Nichols menyebut suasana di pengadilan "memiliki atmosfer malam pertama (pertunjukan)".
"Ada banyak sekali perempuan sosialitas, pencari sensasi. Mereka semua bersikap seolah-olah ini adalah suatu (pertunjukan) yang kursinya telah mereka bayar."
Para seniman dari Madame Tussauds, sebuah museum patung lilin terkenal, turut hadir di ruang sidang pertama.
Mereka mensketsa wujud kedua terdakwa dengan harapan dapat memuat mereka sebagai patung tambahan di Chamber of Horors (Ruangan Horor) mereka.
Sedemikian heboh reaksi peserta sidang, para juri diminta untuk membaca surat-surat itu dalam hati.
"Kengerian dari membacakan (surat-surat itu) di pengadilan, itulah yang 'membunuh' saya - kata-kata pribadi dan intim itu dan para peserta sidang berperilaku seperti orang gila mendengarkan hal-hal pribadi itu--saya pikir tindakan itu seperti mencoba menyiksa seseorang," kata Laura Thompson.
Pelaksanaan sidang, yang dilakukan setelah berakhirnya Perang Dunia Pertama, hanya menumbuhkan kebencian masyarakat kepada Edith, jelas Profesor dari University College London, Rene Weis.
"Narasinya menyebut Inggris dipenuhi janda akibat perang dan di sini ada perempuan muda yang angkuh dan egois dari latar belakang sederhana pula, yang memiliki segalanya - penampilan menarik, rumah yang indah, uang, suami yang baik, makan malam, pesta menari, teater.