DAMASKUS, KOMPAS.com - Kepala oposisi utama Suriah di luar negeri Hadi al-Bahra mengatakan, gencatan senjata Lebanon justru membuka pintu serangan di Aleppo Suriah.
Dikatakan demikian karena sebelumnya para anggota pemberontak Suriah sudah mempersiapkan diri untuk merebut Aleppo setahun yang lalu.
Tetapi serangan itu tertunda karena adanya perang di Gaza. Namun, perang di Suriah meletus sejak adanya gencatan senjata di Lebanon minggu lalu.
Baca juga: AS-Uni Eropa Desak Deeskalasi di Suriah, PBB: Perang Harus Dihentikan
Demikian dikatakan Bahra kepada Reuters pada Senin (2/12/2024). Menurutnya, pemberontak dapat merebut kota dan daerah lain dengan begitu cepat sebagian karena Hizbullah dan kelompok lain yang mendukung presiden Suriah masih terganggu oleh konflik mereka dengan Israel.
Militer Turkiye, yang bersekutu dengan beberapa pemberontak dan memiliki pangkalan di seberang perbatasan selatannya di Suriah, telah mendengar tentang rencana kelompok bersenjata tersebut. Tetapi mereka tidak akan memainkan peran langsung.
Serangan di Suriah barat laut diluncurkan Rabu (27/11/2024) lalu, hari ketika Israel dan kelompok bersenjata Lebanon Hizbullah memulai gencatan senjata yang mengakhiri lebih dari setahun pertempuran.
"Setahun lalu mereka (para pemberontak) mulai benar-benar berlatih dan memobilisasi serta menanggapinya dengan lebih serius," kata Bahra, presiden Koalisi Nasional Revolusi Suriah dan Pasukan Oposisi, oposisi Suriah yang diakui secara internasional.
"Namun perang di Gaza, kemudian perang di Lebanon menundanya. Mereka merasa tidak akan terlihat bagus jika berperang di Lebanon pada saat yang sama mereka berperang di Suriah," katanya dalam sebuah wawancara di kantornya di Istanbul.
Untuk itulah, saat ada gencatan senjata di Lebanon, mereka menemukan kesempatan itu untuk memulai perang di Suriah.
Baca juga: Israel Serang Hizbullah di Lebanon, Keduanya Saling Tuduh Langgar Gencatan Senjata
Komandan pemberontak secara terpisah mengatakan mereka khawatir jika mereka memulai serangan mereka lebih awal, itu mungkin terlihat seperti mereka membantu Israel, yang juga memerangi Hizbullah.
Operasi pemberontak adalah kemajuan paling berani dan tantangan terbesar bagi Presiden Suriah Bashar al-Assad selama bertahun-tahun dalam perang saudara, di mana garis depan sebagian besar telah dibekukan sejak 2020.
Meski demikian, pasukan Suriah dan sekutu Rusia telah melancarkan serangan balik, yang menurut Bahra menjadikan tidak stabil di Aleppo dan Idlib.
Terkait beberapa negara yang ikut terlibat perang, Bahra mengatakan, Hizbullah yang mendukung Presiden Suriah tak bisa maksimal.
Sebab, Hizbullah masih siaga berperang dengan Israel. Sedangkan pasukan bersenjata dukungan Iran juga hanya memiliki sedikit sumber daya.
Bahkan Rusia meski memberikan dukungan serangan udara, Rusia masih fokus dengan perang di Ukraina.
Sementara itu, Hizbullah tidak segera mengomentari apakah perangnya dengan Israel membuka pintu bagi kemajuan pemberontak Suriah di Aleppo, tempat ia juga memiliki personel.
Baca juga: Turkiye Klaim Bunuh Komandan Kurdi di Suriah
Selain itu, Damaskus tidak segera mengomentari apakah mereka berisiko mengganggu stabilitas kawasan dengan serangan udara.
Pasalnya, Assad telah bersumpah untuk menghancurkan para pemberontak. Teheran juga telah berjanji untuk membantu pemerintahannya dan ratusan pasukan dari milisi Irak yang didukung Iran telah menyeberang ke Suriah untuk membantu.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini