Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluh Kesah Mahasiswa Papua di Australia: Uang Beasiswa Selalu Telat, Terpaksa Kerja

Kompas.com - 24/07/2025, 14:59 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

MELBOURNE, KOMPAS.com - Saat kali pertama mendapat beasiswa untuk sekolah ke Australia, yang ada di benak Jonathan Raymond Alexander Inas hanyalah belajar dengan baik untuk mendapat nilai yang bagus.

Akan tetapi di pertengahan jalan, ia harus rela bekerja hampir setiap hari di luar waktu kuliah karena uang beasiswanya selalu datang terlambat, sedangkan biaya hidupnya terus berjalan.

Jonathan adalah salah satu penerima Program Beasiswa 1.000 Doktor dari Pemerintah Provinsi Papua.

Baca juga: Perusahaan di Balik Salah Satu Bisnis Chef Arnold Poernomo di Australia Dilikuidasi

Meskipun diberi nama "Program Beasiswa 1.000 Doktor Papua", beasiswa ini diberikan untuk anak-anak Papua mulai dari jenjang S1 hingga S3.

"Ini program di bawah pemerintah Bapak Gubernur Lukas Enembe (almarhum) sejak 2021," ujar mahasiswa tahun terakhir di jurusan Bachelor of Accounting, Monash University di Melbourne, Australia.

Tidak ingin membebani orangtua, Jonathan memilih bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saat uang beasiswanya belum turun.DOK JONATHAN RAYMOND ALEXANDER INAS via ABC INDONESIA Tidak ingin membebani orangtua, Jonathan memilih bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saat uang beasiswanya belum turun.
Namun, program ini sudah mulai berjalan sejak era Gubernur Barnabas Suebu pada 2009, yang dilanjutkan Lukas, dan belakangan program ini berganti nama menjadi Beasiswa Siswa Unggul Papua. 

Menurut catatan Kementerian Dalam Negeri, setidaknya 3.000 anak Papua telah berhasil meraih gelar sarjana di berbagai bidang ilmu melalui program ini. 

"Mereka tidak pernah menepati janjinya"

Jonathan menuturkan, biaya hidup dari dana beasiswa yang ia terima adalah sebesar 1.500 dollar Australia (Rp 16 juta) per bulan, yang seharusnya dibayarkan setiap tiga bulan.

Akan tetapi, kenyataannya uang ini tidak pernah dibayarkan tepat waktu.

"Selama ini mereka enggak pernah menepati janjinya, enggak pernah kirim tiga bulan sekali, jadi semenjak dari awal kami datang ke sini memang sudah telat proses pembayarannya," kata Jonathan.

"Ditambah lagi dengan pemecahan provinsi baru, itu tambah bikin kacau lagi... Sejak awal 2023 pihak pemda-nya juga kebingungan."

Provinsi Papua mekar sejak 2023, dengan tambahan tiga provinsi baru di luar provinsi induknya, yakni Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.

"Saya kurang tahu persisnya, tapi mungkin dana otsus yang biasanya ke Provinsi Papua induk karena sudah terpecah sekarang jadi enggak ada dana, padahal mahasiswa terbanyak itu dari Papua induk."  

Keterlambatan pembayaran ini bukan hanya dalam hitungan hari.

Jonathan menjelaskan, biaya hidup untuk 2023 baru diterimanya kali pertama pada Agustus 2023, itu pun hanya dihitung Januari sampai Juni 2023. 

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau