DEN HAAG, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri Belanda Caspar Veldkamp mengundurkan diri pada Jumat (22/8/2025) setelah gagal menjatuhkan sanksi untuk Israel.
Mundurnya Veldkamp, yang berasal dari partai kanan-tengah Kontrak Sosial Baru, diikuti penarikan diri partainya dari koalisi pemerintahan.
Langkah ini menambah kerumitan politik di tengah persiapan Belanda menghadapi pemilihan umum baru pada 29 Oktober 2025.
Baca juga: Serangan Israel di Kota Gaza Meningkat, 52 Warga Palestina Tewas
Dalam keterangannya kepada kantor berita ANP, Veldkamp mengungkapkan kekecewaannya.
Ia merasa tidak lagi memiliki ruang gerak untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sebagai menteri luar negeri.
"Saya merasa terkekang dalam menentukan arah yang saya anggap perlu," ujarnya, dikutip dari kantor berita AFP.
Veldkamp menjelaskan bahwa proposal sanksi untuk Israel yang ia ajukan dibahas secara serius dalam beberapa rapat kabinet, tetapi selalu menemui jalan buntu.
Sebelumnya, Veldkamp vokal mengkritik taktik Israel dalam perang Gaza melawan Hamas.
Bahkan, bulan lalu Belanda melarang masuk dua menteri sayap kanan Israel, Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich, dan menyatakannya sebagai persona non grata (orang yang tidak diinginkan).
Veldkamp dalam suratnya kepada parlemen menyebutkan, kedua menteri itu berulang kali menghasut kekerasan pemukim terhadap warga Palestina, mendorong perluasan permukiman ilegal, dan menyerukan pembersihan etnis di Gaza.
Adapun Belanda adalah salah satu dari 21 negara penandatangan deklarasi bersama yang mengecam proyek permukiman Israel di Tepi Barat, yang mereka anggap tidak dapat diterima dan bertentangan dengan hukum internasional.
Baca juga: Belanda Larang Masuk 2 Menteri Israel karena Tindas Palestina
Di hadapan parlemen, Schoof mengakui bahwa situasi di Gaza saat ini memburuk dan dramatis. "Semua orang menyadari hal itu," tuturnya.
Krisis politik ini terjadi di tengah masa kampanye pemilu, ketika pemerintah yang rapuh harus menghadapi dinamika baru.
Koalisi pemerintahan Belanda sendiri telah goyah sejak Juni lalu, saat Partai Kebebasan (PVV) sayap kanan ekstrem pimpinan Gert Wilders menarik diri.
Di sisi lain, konflik di Gaza menimbulkan korban jiwa yang masif. Menurut data dari Kementerian Kesehatan Gaza yang dikuasai Hamas, setidaknya 62.192 warga Palestina telah tewas, sebagian besar warga sipil.
Sementara itu, serangan Hamas pada Oktober 2023 lalu menewaskan 1.219 orang, juga sebagian besar warga sipil, berdasarkan data AFP.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini