Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Menang Gugatan Biodiesel Lawan UE, WTO Setujui Pencabutan Bea Impor

Kompas.com - 25/08/2025, 13:51 WIB
Inas Rifqia Lainufar

Penulis

Sumber Reuters

JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia meraih kemenangan sebagian dalam sengketa biodiesel melawan Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Putusan ini membuka peluang bagi Indonesia untuk menekan UE agar mencabut bea imbalan (countervailing duties) yang selama ini membebani ekspor biodiesel asal Indonesia.

“Kami mendesak UE segera mencabut bea masuk imbalan yang tidak sesuai dengan aturan WTO,” ujar Menteri Perdagangan Budi Santoso dalam pernyataan resminya, Senin (25/8/2025), merespons putusan WTO pekan lalu.

Baca juga: Uni Eropa Mulai Selidiki Biodiesel Indonesia yang Diduga Hindari Bea Masuk

Sengketa lama yang berbuah putusan

Indonesia, eksportir minyak sawit terbesar dunia, melayangkan gugatan ke WTO pada 2023.

Dalam gugatannya, Indonesia menilai kebijakan bea imbalan yang diberlakukan UE sejak 2019—dengan tarif antara 8 persen hingga 18 persen—melanggar aturan perdagangan internasional.

UE beralasan kebijakan itu untuk melindungi industri biodiesel mereka, dengan dalih produsen Indonesia mendapat subsidi, insentif pajak, serta akses bahan baku dengan harga lebih murah.

Namun, panel WTO memutuskan bahwa pungutan ekspor dan bea keluar sawit yang diterapkan Indonesia tidak dapat dikategorikan sebagai subsidi.

Selain itu, Komisi Eropa juga dinilai gagal membuktikan adanya ancaman kerugian material bagi industri biodiesel Eropa akibat masuknya produk Indonesia.

Data Kementerian Perdagangan mencatat, ekspor biodiesel Indonesia turun tajam sejak kebijakan bea imbalan diberlakukan, dari 1,32 juta kiloliter (kl) pada 2019 menjadi 36.000 kl pada 2020, dan kembali menyusut menjadi 27.000 kl pada 2024.

Industri masih waspada

Meski putusan WTO menjadi angin segar, pelaku industri pesimistis UE akan langsung patuh.

“Kami, sebagai pelaku industri, harus tetap waspada dan siap menghadapi setiap langkah UE setelah putusan ini,” kata Catra de Thouars, pejabat Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia, kepada Reuters.

Baca juga: China Mengadukan Kebijakan Tarif Trump ke WTO

Catra juga mengingatkan bahwa Indonesia masih berselisih dengan Brussels terkait aturan anti-deforestasi yang dapat memengaruhi pengiriman minyak sawit.

“Ini bukan akhir dari persoalan,” ujarnya.

Perjanjian dagang jadi harapan

Perselisihan ini menambah panjang ketegangan dagang antara Indonesia dan UE.

Ironisnya, kedua pihak tengah berupaya merampungkan perjanjian perdagangan bebas setelah mencapai kesepakatan politik pada Juli lalu.

Indonesia berharap perjanjian ini dapat membuka akses lebih luas bagi produk kelapa sawit di pasar Eropa.

Meski begitu, proses hukum belum tuntas. Putusan WTO dapat diajukan banding, tetapi mekanisme itu praktis buntu sejak 2019 karena badan banding WTO tidak berfungsi akibat pemblokiran pengangkatan hakim oleh pemerintahan Donald Trump.

Sebelumnya, Pengadilan Eropa juga sempat memerintahkan UE mencabut bea antidumping atas impor biodiesel Indonesia, setahun sebelum kebijakan bea imbalan diberlakukan.

Baca juga: Inspirasi Energi: Benarkah Biodiesel Ramah Lingkungan?

 

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau