TEL AVIV, KOMPAS.com – Demo Israel dihadiri ribuan warga yang kembali turun ke jalan di Tel Aviv pada Selasa (26/8/2025), menuntut pemerintah mengakhiri perang di Gaza dan mencapai kesepakatan pembebasan sandera. Aksi protes dilakukan bertepatan dengan rapat kabinet keamanan Israel.
Unjuk rasa dimulai sejak fajar ketika massa memblokade sejumlah jalan utama di pusat Kota Tel Aviv. Mereka mengibarkan bendera Israel serta membawa foto para sandera.
Media lokal melaporkan, demonstrasi juga berlangsung di sekitar kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) serta di depan rumah beberapa menteri.
Baca juga: Israel Serang Suriah Selatan, 4 Orang Tewas Termasuk Warga Sipil
Menjelang malam, ribuan orang kembali berkumpul di “Lapangan Penyanderaan”, yang selama berbulan-bulan menjadi pusat gerakan protes.
Mereka membunyikan klakson udara, meniup peluit, menabuh drum, serta meneriakkan yel-yel: “Pemerintah mengecewakan kami, kami tidak akan menyerah sampai semua sandera pulang”.
“Saya di sini terutama untuk memprotes, dan menuntut pemerintah membuat kesepakatan agar semua sandera dipulangkan serta perang di Gaza berakhir,” ujar seorang demonstran, Yoav Vider (29).
“Kami baru saja selesai rapat kabinet. Saya rasa saya tidak bisa menjelaskan terlalu banyak,” kata Netanyahu.
“Tapi saya akan mengatakan satu hal, Ini dimulai di Gaza, dan akan berakhir di Gaza. Kami tidak akan meninggalkan monster-monster itu di sana,” tambahnya.
Kabinet keamanan Israel pada awal Agustus menyetujui rencana militer mengambil alih Kota Gaza. Keputusan ini menimbulkan kekhawatiran baru terhadap keselamatan para sandera dan memicu gelombang protes besar di Israel.
Baca juga: Maryam Abu Daqqa, Jurnalis Foto Gaza yang Gugur Saat Liput Serangan Israel
Netanyahu pekan lalu juga memerintahkan negosiasi segera untuk membebaskan seluruh tawanan, sekaligus memperkuat rencana serangan militer di Gaza.
Sementara itu, Hamas sebelumnya menyatakan telah menerima usulan gencatan senjata terbaru dari para mediator.
Proposal tersebut mencakup pembebasan sandera secara bertahap dalam kurun waktu 60 hari dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina di penjara Israel.
Namun, hingga kini Israel belum memberikan jawaban resmi.
“Tanggung jawab kini berada di pihak Israel untuk menanggapi tawaran yang ada. Selebihnya hanyalah pencitraan politik dari pihak Israel,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed Al Ansari, dalam konferensi pers di Doha.
Di Tel Aviv, keluarga para sandera juga menyuarakan kekecewaan. “Perdana Menteri Netanyahu memprioritaskan penghancuran Hamas daripada pembebasan para sandera,” kata Ruby Chen, yang putranya diculik Hamas pada Oktober 2023.
Baca juga: Houthi Sebut Serangan Israel di Yaman Tewaskan 10 Orang dan Lukai 92 Lainnya
“Dia yakin itu tidak masalah dan merupakan alternatif yang valid untuk mengorbankan 50 sandera demi kepentingan politik,” lanjutnya.
Angka ini tidak dapat diverifikasi secara independen oleh AFP karena adanya pembatasan media dan kesulitan akses ke lapangan.
Perang yang berlangsung sejak serangan Hamas pada Oktober 2023 telah menewaskan 1.219 orang di Israel, sebagian besar warga sipil.
Serangan itu juga menyebabkan 251 orang ditawan, dengan 49 sandera masih berada di Gaza. Militer Israel menyebut 27 di antaranya telah meninggal dunia.
Baca juga: Serangan Israel di RS Gaza Tewaskan 5 Jurnalis dari 3 Kantor Berita Internasional
Di sisi lain, serangan balasan Israel telah menewaskan sedikitnya 62.819 warga Palestina, mayoritas warga sipil, menurut data Kementerian Kesehatan Gaza yang dikuasai Hamas. Angka tersebut dianggap kredibel oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini