NOUAKCHOTT, KOMPAS.com – Sebanyak 69 orang dilaporkan tewas setelah kapal yang mengangkut migran terbalik di lepas pantai Mauritania pada Selasa (26/8/2025) malam.
Peristiwa kapal terbalik ini menambah daftar panjang tragedi penyeberangan migran di jalur laut berbahaya menuju Eropa.
Setiap tahun, banyak orang yang ingin bermigrasi dan melalui jalur laut yang berbahaya, bahkan dengan muatan banyak orang.
Baca juga: 89 Migran Tewas karena Kapal Terbalik di Lepas Pantai Mauritania
Seorang pejabat senior penjaga pantai Mauritania menjelaskan, insiden terjadi sekitar 80 kilometer di utara ibu kota Nouakchott.
Kapal mendadak oleng dan terbalik setelah para penumpang berdesakan ke satu sisi ketika melihat cahaya lampu kota dari kejauhan.
“Patroli penjaga pantai berhasil menyelamatkan 17 orang,” kata pejabat itu kepada AFP, Jumat (29/8/2025).
Awalnya, jumlah korban tewas dilaporkan sebanyak 49 orang. Namun, angka tersebut direvisi menjadi 69 setelah proses pencarian dan identifikasi korban dilakukan.
Menurut keterangan para penyintas, kapal berangkat dari Gambia sekitar sepekan sebelum kejadian. Diperkirakan terdapat sekitar 160 orang di dalamnya, termasuk warga Gambia dan Senegal.
Pihak berwenang belum memberikan keterangan resmi mengenai tujuan akhir kapal, namun rute Mauritania kerap menjadi jalur transit migran yang hendak menyeberang ke Spanyol.
Ribuan migran asal Afrika Barat dan Tengah setiap tahun mencoba menempuh jalur laut berbahaya menuju Eropa.
Arus laut yang kuat, kapal yang reyot, serta jarak tempuh panjang membuat perjalanan ini kerap berujung maut.
Organisasi kemanusiaan Caminando Fronteras mencatat sedikitnya 10.457 migran meninggal dunia sepanjang 2024 saat mencoba mencapai Spanyol lewat jalur laut.
Baca juga: Kapal Terbalik di India, 7 Orang Tewas
Jumlah itu setara dengan rata-rata 30 orang per hari, meningkat dari 18 orang per hari pada 2023.
Pada Juli lalu, sekitar 75 migran Afrika Barat berhasil diselamatkan di lepas pantai Mauritania setelah kapal mereka mengalami kerusakan mesin.
Mauritania selama ini menjadi salah satu titik transit utama bagi migran tanpa dokumen dari Afrika Barat dan Tengah. Dari wilayah ini, mereka mencoba menyeberang ke Eropa melalui Kepulauan Canary, Spanyol.
Namun, kondisi keamanan migran di Mauritania menjadi sorotan. Human Rights Watch (HRW) dalam laporan terbaru menuding aparat keamanan setempat melakukan pelanggaran serius terhadap migran dan pencari suaka dalam lima tahun terakhir, termasuk penyiksaan dan pemerkosaan.
Baca juga: Kapal Terbalik di Laut Pakistan, 49 Pelajar Tewas
“Namun, pemerintah Mauritania telah mengambil langkah-langkah baru-baru ini yang dapat meningkatkan perlindungan bagi para migran dan hak-hak mereka,” kata HRW dalam laporan tersebut.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini