Hong menceritakan, kapal miliknya berlayar di perairan Pulau Jeju selama dua hari sebelum akhirnya diperintahkan kembali karena angin kencang.
Dalam perjalanan, gelombang besar menghantam dari dua arah hingga menciptakan pusaran air dan kapal pun terbalik.
Lima dari sepuluh awak kapal yang sedang tertidur di kabin bawah dek diketahui tenggelam.
"Ketika saya mendengar berita itu, saya merasa langit seperti runtuh," ujar Hong, dikutip dari BBC, Jumat (24/10/2025).
Pada 2024, tercatat 164 orang tewas dalam kecelakaan di perairan Korea Selatan. Angka ini melonjak 75 persen dari tahun sebelumnya.
Hong meyakini, angin semakin kencang setiap tahun disebabkan oleh perubahan iklim.
Menghangatnya air laut
Kepala satuan tugas yang dibentuk pemerintah membenarkan bahwa salah satu penyebab utama meningkatnya kematian nelayan adalah perubahan iklim.
Selain itu, mereka juga menyoroti para nelayan yang sudah berusia tua, buruknya latihan keselamatan, dan ketergantungan negara terhadap pekerja migran.
Diketahui, perairan Korea menghangat lebih cepat dari rata-rata global karena cenderung lebih dangkal.
Antara tahun 1968 dan 2024, suhu permukaan rata-rata laut di sana meningkat sebesar 1,58 derajat Celsius, lebih dari dua kali lipat kenaikan global sebesar 0,74 derajat Celsius.
Perairan yang menghangat itu berkontribusi pada terjadinya cuaca ekstrem di laut hingga membuat badai tropis semakin dahsyat.
Selain itu, hal ini juga menyebabkan beberapa spesies ikan bermigrasi sehingga nelayan perlu mengambil risiko berlayar lebih jauh lagi untuk mendapatkan ikan yang cukup.
Beberapa tahun lalu, ikan hairtail disebut telah menghilang di sejumlah perairan.
Ikan hairtail adalah ikan yang biasa diolah menjadi sashimi. Ikan ini berwarna biru elektrik dan berubah menjadi keperakan setelah mati ditangkap, dikutip dari The Straits Times.
Profesor Gug Seung-gi yang memimpin investigasi kecelakaan laut akhir-akhir ini menyebut laut Korea menjadi lebih berbahaya.
Tercatat, jumlah peringatan cuaca di laut sekitar Semenanjung Korea meningkat 65 persen antara 2020 dan 2024.
"Cuaca tidak menentu menyebabkan semakin banyak kapal terbalik, terutama kapal penangkap ikan kecil yang berlayar lebih jauh dan tidak dirancang untuk perjalanan panjang dan berat," jelas dia.
Upaya pemerintah
Pihak berwenang menyadari bahwa cuaca tidak bisa dikendalikan sehingga mereka bekerja sama dengan nelayan untuk membuat kapal lebih aman.
Tim inspektur pemerintah menemui Hong yang kapalnya terbalik untuk melakukan serangkaian pemeriksaan langsung terhadap dua kapal lain yang dimilikinya.
Satuan tugas pemerintah merekomendasikan agar kapal dilengkapi dengan tangga keselamatan dan nelayan wajib mengenakan jaket pelampung.
Pelatihan keselamatan juga kini wajib dilaksanakan oleh semua awak asing.
Satgas juga ingin meningkatkan operasi pencarian dan penyelamatan, serta memberikan akses bagi nelayan terhadap informasi cuaca terkini yang lebih terlokalisasi dan terkini.
Beberapa daerah bahkan menawarkan untuk membayar nelayan atas ubur-ubur yang ditangkap, dalam upaya membersihkan laut.
Sementara itu, nelayan cumi-cumi diberi pinjaman untuk melindungi mereka dari kebangkrutan yang mendorongnya untuk pensiun.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) memperkirakan, total tangkapan ikan di Korea Selatan akan menurun hampir sepertiganya pada akhir abad ini jika emisi karbon dan pemanasan global terus berlanjut.
"Masa depan tampak sangat suram," ujar nelayan ikan teri, Park, dalam kanal YouTube-nya.
"Dulu rasanya romantis sekali bangun pagi dan pergi melaut. Ada rasa petualangan dan kepuasan tersendiri, Kini, semuanya benar-benar sulit," pungkas dia.
https://www.kompas.com/tren/read/2025/10/25/120000965/perahu-nelayan-di-korsel-kini-kerap-terbalik-laut-jadi-berbahaya-imbas