KOMPAS.com - Selama ini, kegiatan produksi beras menjadi penyumbang besar pemanasan global.
Data dari Preferred by Nature mencatat, emisi dari sektor beras mencapai 2,5 persen dari semua emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh manusia.
Oleh sebab itu, diadakan proyek SWITCH-Asia Low Carbon Rice Project atau Proyek Beras Rendah Karbon yang didanai langsung oleh Uni Eropa dan diimplementasikan oleh Preferred by Nature.
Proyek Beras Rendah Karbon bertujuan untuk mengurangi emisi karbon di sektor produksi beras yang berdampak pada iklim.
Proyek ini telah diujicoba di beberapa lokasi percontohan di Jawa Tengah, seperti Klaten, Sragen, dan Boyolali.
Lantas, apa itu beras rendah karbon?
Baca juga: Ini Keuntungan Produksi Beras Rendah Karbon bagi Petani dan Konsumen
Sesuai namanya, beras rendah karbon adalah beras yang produksinya menghasilkan emisi gas karbon yang lebih rendah.
Dikutip dari Preferred by Nature, proyek produksi beras rendah karbon menjadi pendekatan komprehensif yang menggabungkan kelestarian lingkungan, kelayakan ekonomi, dan tanggung jawab sosial.
Tujuannya adalah untuk menjadikan produksi beras di Indonesia berkelanjutan dan memiliki kontribusi secara global dalam mitigasi perubahan iklim.
Melalui SWITCH-Asia Low Carbon Rice Project, proyek beras rendah karbon di Indonesia sudah berjalan sejak 2022 hingga 31 Desember 2025.
Proyek ini didanai langsung oleh Uni Eropa, yakni sebesar 2.680.847 Euro atau sekitar Rp 43 miliar, dengan 80 persen pendanaan bersumber dari Uni Eropa.
Baca juga: Gandeng Uni Eropa, Pemprov Jateng Dorong Produksi Beras Rendah Karbon, Berapa Harganya?
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, Dyah Lukisari, mengatakan implementasi produksi beras rendah karbon dapat dilakukan melalui dua cara, yakni para petani dan pelaku usaha penggilingan padi.
"Produksi beras rendah karbon bisa ditempuh dengan dua cara, di hulu melalui para petani yang menanam beras organik dan di hilir melalui peran penggilingan padi yang dikonversi dari bahan bakar solar ke listrik." jelasnya, saat diwawancarai Kompas.com, Senin.
Menurut Dyah, selama ini tingginya emisi karbon yang disumbang dari sektor produksi beras tidak lepas dari penggunaan pestisida, pupuk kimia, dan mesin penggiling padi berbahan kimia.
"Selama ini sumber emisi tertinggi itu adalah dari pupuk kimia yang disebar di sistem irigasi sawah yang menguap dan akhirnya menjadi gas karbon," kata Dyah.