Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sampai Kapan Hujan pada Musim Kemarau 2025 Berlangsung? Ini Kata BMKG

Kompas.com - 12/08/2025, 08:30 WIB
Muhammad Iqbal Amar,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Musim kemarau 2025 di Indonesia ternyata tak berjalan seperti biasanya.

Alih-alih langit biru tanpa awan, sejumlah wilayah Indonesia justru diguyur hujan deras yang seharusnya jarang terjadi pada periode ini.

Fenomena hujan di sejumlah wilayah Indonesia saat musim kemarau tahun ini memicu tanda tanya publik.

Lalu, sampai kapan hujan saat musim kemarau 2025?

Baca juga: Awal Agustus Sudah Hujan, Tanda Musim Kemarau Berakhir? Ini Penjelasan BMKG

Sampai kapan hujan di musim kemarau 2025 berlangsung?

Berdasarkan prediksi bulanan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), curah hujan pada Agustus, September, dan Oktober 2025 diperkirakan tetap berada dalam kategori di atas normal.

“Ini mengindikasikan bahwa potensi hujan di musim kemarau akan terus berlangsung hingga Oktober,” ujar Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sophaheluwakan saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (11/8/2025).

Namun, perlu dicatat, baru sekitar 51 persen zona musim di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah memasuki kemarau pada hingga awal Agustus.

Angka ini lebih rendah dibandingkan kondisi normal yang seharusnya menunjukkan persentase wilayah kemarau lebih luas.

"Kondisi ini mengonfirmasi bahwa beberapa bulan terakhir curah hujan memang berada di atas rata-rata," terangnya.

Baca juga: 4 Wilayah Masuk Puncak Musim Kemarau Agustus 2025, Ini Data Lengkap BMKG

Pengaruh Monsun Australia yang melemah

Salah satu penyebab utama hujan masih turun mengguyur saat musim kemarau adalah melemahnya monsun Australia.

Sejak Maret 2025 intensitas monsun ini cenderung lebih lemah dari normal.

“Monsun Australia berperan penting membawa massa udara kering dari selatan. Ketika angin yang bertiup melemah, uap air di atmosfer tetap tinggi sehingga awan hujan mudah terbentuk,” jelas Ardhasena.

Selain itu, suhu muka laut yang lebih hangat dari rata-rata di sebagian besar perairan Indonesia juga meningkatkan kelembapan udara.

Faktor ini turut mendorong pertumbuhan awan konvektif yang memicu hujan di sejumlah wilayah, meski seharusnya sedang kemarau.

Baca juga: Studi: Musim-musim Baru Bermunculan di Bumi, termasuk di Indonesia

Anomali iklim dan prediksi musim hujan 2025

Ardhasena juga menyebutkan, hujan yang masih terjadi di wilayah yang seharusnya kemarau sebagai anomali iklim.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau