KOMPAS.com - Gelombang demonstrasi dalam beberapa hari terakhir menghidupkan desakan publik agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset segera dituntaskan.
Teriakan massa yang memenuhi jalanan tidak hanya mencerminkan kekecewaan, tetapi juga kegelisahan atas lambannya langkah legislatif dalam menghadirkan payung hukum pemberantasan korupsi yang lebih tegas.
Bagi banyak pihak, RUU Perampasan Aset diyakini sebagai instrumen penting untuk menutup celah yang selama ini dimanfaatkan koruptor untuk menyelamatkan hasil kejahatannya.
Lantas, sejauh mana urgensi RUU Perampasan Aset dan mengapa tak kunjung disahkan?
Baca juga: Sejarah Proyek Jalan Anyer–Panarukan, Rakyat Sengsara karena Daendels atau Korupsi Pejabat Pribumi?
Direktur SETARA Institute, Halili Hasan mengatakan, dinamika politik dalam beberapa hari terakhir, menjadi peringatan keras bagi pemerintah dan partai politik.
Menurutnya, situasi itu mencerminkan adanya kesenjangan yang makin lebar antara elite dan masyarakat akar rumput.
“Peristiwa tersebut adalah sinyal benderang bagi elite politik di pemerintahan dan partai politik untuk segera mengesahkan RUU Perampasan Aset,” kata Halili saat dihubungi Kompas.com, Selasa (2/9/2025).
Ia menegaskan, regulasi ini dibutuhkan agar elite lebih berhati-hati dalam mengumpulkan aset sesuai aturan perundang-undangan.
Baca juga: KPK Usut Kasus Dugaan Korupsi Katering Haji, Kerugian Capai Rp 300 Miliar
Tanpa kehadiran undang-undang itu, publik bisa semakin curiga bahwa elite sengaja membuka jalan bagi dirinya sendiri untuk mengakumulasi kekayaan dengan berbagai cara.
“Jika dibiarkan, rakyat akan melihat seolah-olah kekuasaan hanya digunakan untuk menguntungkan lingkaran kecil di atas,” ujarnya.
Halili menilai, ada kekuatan besar yang berupaya menghambat lahirnya UU ini, yakni para oligarki yang tidak menghendaki.
“Elite dan lingkaran ekonomi politik atau yang biasa kita sebut oligarki adalah pihak yang paling diuntungkan jika UU ini tidak disahkan,” katanya.
Menurutnya, kondisi itu menunjukkan bahwa hambatan nyata memang datang dari kelompok yang selama ini menikmati status quo.
Baca juga: Perlunya Perampingan Kabinet untuk Persempit Peluang Korupsi...
Ia menjelaskan, pengesahan RUU Perampasan Aset memang tidak serta-merta menyelesaikan masalah korupsi di Indonesia.