Tradisi Panjang Jimat dilakukan serentak oleh tiga keraton, yakni Keraton Kanoman, Kasepuhan, dan Kacirebonan di makam Sunan Gunung Jati.
Acaranya dilakukan dengan pembacaan riwayat Nabi, pembacaan barzanji, kalimat Thayyibah, selawat Nabi, dan ditutup dengan berdoa bersama.
Baca juga: Tradisi Perayaan Malam 1 Suro Masyarakat di Jawa
Tradisi Maudu Lompoa di Desa Cikoang, Takalar, Sulawesi Selatan konon sudah ada sejak 1621, tepatnya saat ulama besar Aceh, Sayyid Jalaludin, datang ke Takalar untuk menyebarkan Islam.
Biasanya masyarakat memerlukan waktu persiapan selama 40 hari sebelum acara puncak perayaan ini dihelat.
Puncak acara tradisi Maudu Lompoa identik dengan julung-julung, yakni kapal kayu yang dihias kain warna-warni dan diisi dengan berbagai hasil bumi.
Baca juga: Daftar Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat pada Hari Ini dan Besok Saat Maulid Nabi 2025
Suku Banjar di Kalimantan Selatan memiliki tradisi Maulid Nabi yang disebut Baayun Maulid, yakni mengayun bayi atau anak sambil membaca syair Maulid.
Ayunan dibuat dari tiga lapis kain yaitu kain sarigading (sasirangan), kain kuning, dan kain bahalai (sarung panjang tanpa sambungan).
Biasanya, tradisi ini dilakukan di masjid atau surau setempat dengan harapan agar anak-anak tersebut bisa memiliki akhlak mulia seperti Nabi Muhammad SAW.
Baca juga: Tradisi 1 Muharam di Arab Saudi, Pemerintah Ganti Kiswah yang Menutupi Kabah
Tradisi Walima diperkirakan sudah ada secara turun-temurun sejak kemunculan kerajaan-kerajaan Islam di Gorontalo pada abad ke-17.
Tradisi Walima dimulai dengan lantunan Dikili atau tradisi lisan zikir masyarakat Gorontalo yang dilakukan di masjid-masjid.
Setiap rumah akan membuat sejumlah makanan tradisional yang khas dan disusun di Tolangga (usungan kayu menyerupai perahu atau menara), kemudian dibawa dari rumah ke masjid.
Baca juga: Pilihan Poster dan Ucapan Maulid Nabi 2025 untuk Dibagikan
Tradisi Weh-wehan adalah tradisi Maulid Nabi yang dilakukan dengan cara saling menukar makanan antartetangga di Kecamatan Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah.
Awalnya, Weh-wehan hanya dilakukan oleh warga Desa Krajan Kulon dan Desa Kutoharjo, Kaliwungu. Namun belakangan kebiasaan ini meluas ke seluruh kecamatan.