Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

40 Nama Tokoh Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Ada Marsinah dan Soeharto

Kompas.com - 23/10/2025, 15:15 WIB
Alinda Hardiantoro,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kementerian Sosial (Kemensos) sepakat untuk mengusulkan 40 nama tokoh untuk memperoleh gelar pahlawan nasional.

Puluhan nama tokoh tersebut bervariasi, mulai dari aktivis buruh perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur, Marsinah sampai dengan Presiden kedua Indonesia, Soeharto.

Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau kerap disapa Gus Ipul mengatakan bahwa berkas usulan 40 nama tokoh selanjutnya diserahkan kepada Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon pada Selasa (21/10/2025).

Diberitakan, Fadli Zon selaku Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) akan membawa usulan nama tersebut ke Sidang Penentuan pada Rabu (22/10/2025).

Lantas, siapa saja 40 nama tokoh yang diusulkan menjadi pahlawan nasional?

Baca juga: Siapa Marsinah yang Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional?

40 nama tokoh yang diusulkan jadi pahlawan nasional

Gus Ipul belum merinci siapa saja 40 nama tokoh yang diusulkan menjadi pahlawan nasional.

Namun, dia memastikan beberapa nama.

"Usulan ini berupa nama-nama yang telah dibahas selama beberapa tahun terakhir. Ada yang memenuhi syarat sejak lima atau enam tahun lalu, dan ada pula yang baru diputuskan tahun ini. Di antaranya Presiden Soeharto, Presiden Abdurrahman Wahid, dan juga Marsinah," ucapnya, dikutip dari Kompas.com, Rabu (22/10/2025). 

Tokoh lain yang juga diusulkan di antaranya adalah ulama asal Bangkalan, Syaikhona Muhammad Kholil dan Rais Aam PBNU, KH Bisri Syansuri.

Kemudian ada pula KH Muhammad Yusuf Hasyim dari Tebuireng, Jombang, Jenderal TNI (Purn) M Jusuf dari Sulawesi Selatan, serta Jenderal TNI (Purn) Ali Sadikin dari Jakarta (mantan Gubernur Jakarta).

Gus Ipul menjelaskan, 40 nama yang diusulkan menjadi pahlawan nasional berasal dari aspirasi masyarakat melalui Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD).

Setelah hasil pembahasan di tingkat daerah ditandatangani bupati atau wali kota, dokumen selanjutnya akan diserahkan ke gubernur untuk kemudian dikaji lebih lanjut oleh Kemensos.

Proses pengusulan 40 nama itu juga terbilang panjang, lantaran harus melalui kajian, diskusi, dan seminar yang dilakukan lintas lembaga.

Baca juga: Kisah Marsinah yang Didukung Prabowo Jadi Pahlawan Nasional Wakili Buruh

40 nama yang diusulkan memenuhi syarat

Fadli Zon mengatakan, 40 nama tokoh yang diusulkan sudah memenuhi syarat.

Akan tetapi, keputusan penetapan berada di tangan Presiden Prabowo Subianto.

Prabowo bakal menerima daftar puluhan nama tokoh yang diusulkan setelah Tim Dewan Gelar menyelesaikan sidang penentuan yang membahas 40 nama calon pahlawan yang diusulkan oleh Kemensos.

"Nanti dari kami yang akan merekomendasikan, tetapi ujungnya tergantung juga pada hak prerogatif dari Presiden," ucapnya.

Fadli mengatakan, meskipun ada tenggat waktu dalam proses pencalonan, dia berharap dapat selesai tepat di Hari Pahlawan, 10 November 2025.

"Tergantung nanti karena satu per satu nama akan kami bahas, 40-40-nya akan kita bahas sambil berjalan. Biasanya, penentuannya itu menjelang Hari Pahlawan, hari pahlawan tanggal 10 November," ujarnya.

Baca juga: Hari Kartini, Ini Daftar Pahlawan Nasional Wanita dengan Nilai Serupa

Tuai pro dan kontra

Meski begitu, usulan tokoh pahlawan nasional menuai pro dan kontra, terutama tokoh Presiden kedua RI, Soeharto.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Dimas Bagus Arya menilai, pengusulan Soeharto menjadi pahlawan nasional sarat politik karena Prabowo sendiri merupakan mantan menantu Soeharto.

Dia juga menilai, Presiden Soeharto tak pantas mendapat gelar pahlawan.

Alasannya menurut Dimas, selama 32 tahun rezim Orde Baru berkuasa, ada banyak sekali kekerasan dan kejahatan hak asasi manusia yang terjadi.

"Kami kecewa karena di Pasal 2 itu ada tentang kemanusiaan yang mana kalau kita lihat rekam jejaknya Pak Harto dalam urusan kemanusiaan patut dipertanyakan," ungkapnya, dikutip dari Kompas.id.

Tak hanya persoalan HAM, Soeharto juga pernah didaulat sebagai pemimpin negara terkorup di dunia oleh sejumlah lembaga dan media, seperti Transparency International, Bank Dunia, dan PPB di dalam berkas berjudul ”Stolen Asset Recovery (StAR) Initiative”, hingga majalah Time.

Hal ini dinilai akan merugikan bangsa Indonesia dan bertentangan dengan konteks pemberian gelar pahlawan nasional.

"Dia tidak meninggalkan suri teladan,” ucap Dimas.

Sementara itu, keluarga mendiang Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mengaku mengapresiasi usulan nama Gus Dur dalam daftar tokoh penerima gelar pahlawan nasional.

Putri sulung Gus Dur, Alissa Wahid memastikan, pihak keluarga tidak pernah mengusulkan nama Gus Dur masuk ke dalam jajaran pahlawan nasional.

"Keluarga selama ini tidak pernah mengajukan (gelar pahlawan nasional). Kalau ada kelompok masyarakat atau pemerintah yang mengajukan, kami menghargai bentuk penghormatan ini," kata dia, dikutip dari Kompas.com, Rabu.

(Sumber: Kompas.com/ Firda Janati | Editor: Danu Damarjati).

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
Puasa Ayyamul Bidh November 2025 Mulai Besok, Ini Jadwal Lengkap dengan Niat dan Keutamaannya
Puasa Ayyamul Bidh November 2025 Mulai Besok, Ini Jadwal Lengkap dengan Niat dan Keutamaannya
Tren
Daftar 25 Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2026, Ada 5 Long Weekend
Daftar 25 Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2026, Ada 5 Long Weekend
Tren
Anak Kembar Identik Tenyata Tak Punya IQ Sama, Ini Penjelasan Studi
Anak Kembar Identik Tenyata Tak Punya IQ Sama, Ini Penjelasan Studi
Tren
7 Fakta di Balik Vidi Aldiano Hiatus, Rehat Perdana sejak 2014 dan Siapkan Album Baru
7 Fakta di Balik Vidi Aldiano Hiatus, Rehat Perdana sejak 2014 dan Siapkan Album Baru
Tren
Dark Jokes Ternyata Cermin Kecerdasan dan Ketenangan Emosi, Ini Penjelasan Ilmuwan
Dark Jokes Ternyata Cermin Kecerdasan dan Ketenangan Emosi, Ini Penjelasan Ilmuwan
Tren
PB XIII Mangkat: Ini Rute Kirab, Aturan bagi Pelayat, dan Makna Pemakaman di Imogiri
PB XIII Mangkat: Ini Rute Kirab, Aturan bagi Pelayat, dan Makna Pemakaman di Imogiri
Tren
10 Negara Paling Menyatu dengan Alam, Ada Indonesia?
10 Negara Paling Menyatu dengan Alam, Ada Indonesia?
Tren
Ramai soal Peserta TKA Bisa Live TikTok Saat Ujian, Ini Penjelasan Kemendikdasmen
Ramai soal Peserta TKA Bisa Live TikTok Saat Ujian, Ini Penjelasan Kemendikdasmen
Tren
Beli Tiket Kereta Lokal tapi Tak Dapat Kursi, Bolehkah Duduk di 1A/B dan 24A/B?
Beli Tiket Kereta Lokal tapi Tak Dapat Kursi, Bolehkah Duduk di 1A/B dan 24A/B?
Tren
10 Karakter Seseorang yang Tersirat dari Caranya Memesan Kopi
10 Karakter Seseorang yang Tersirat dari Caranya Memesan Kopi
Tren
Kisah Bayi '7-Eleven' yang Lahir pada 7/11 Pukul 7.11 Malam, Berat 7 Pon 11 Ons, dan Dapat Dana Kuliah 7.111 Dollar AS
Kisah Bayi "7-Eleven" yang Lahir pada 7/11 Pukul 7.11 Malam, Berat 7 Pon 11 Ons, dan Dapat Dana Kuliah 7.111 Dollar AS
Tren
Setelah Gelar Pangeran Dicabut, Raja Charles III Kini Berupaya Hapus Gelar Militer Terakhir Andrew
Setelah Gelar Pangeran Dicabut, Raja Charles III Kini Berupaya Hapus Gelar Militer Terakhir Andrew
Tren
Ilmuwan Temukan Medan Magnet Bumi Pernah Kacau 500 Juta Tahun Lalu, Apa yang Terjadi?
Ilmuwan Temukan Medan Magnet Bumi Pernah Kacau 500 Juta Tahun Lalu, Apa yang Terjadi?
Tren
Ada Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Ini Alasan 5 Anggota DPR Nonaktif Dilaporkan ke MKD
Ada Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Ini Alasan 5 Anggota DPR Nonaktif Dilaporkan ke MKD
Tren
Cara Menyaksikan Fenomena Supermoon Emas 5 November 2025
Cara Menyaksikan Fenomena Supermoon Emas 5 November 2025
Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau