WACANA kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali mengemuka. Besarnya anggaran dan potensi keterbelahan dijadikan alasan.
Adalah Presiden Prabowo Subianto yang kembali menggulirkan wacana agar pemilihan kepala daerah (Pilkada) dilakukan DPRD, tak lagi secara langsung dipilih rakyat. Usulan ini disampaikan pada acara HUT Partai Golkar ke-60 di Bogor, Kamis (12/12/2024).
Di depan para pimpinan partai politik, Prabowo menyatakan Pilkada langsung menelan biaya yang besar dan dianggap terlalu mahal.
Prabowo membandingkan sistem politik Indonesia dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan India yang dianggap lebih efisien proses pemilihannya.
Baca juga: Pilkada Langsung Vs Perwakilan: Demokrasi atau Efisiensi?
Menurut dia, negara tetangga hanya melaksanakan pemilihan sebanyak satu kali, yakni untuk anggota DPRD. Selebihnya, para legislator di tingkat daerah yang memilih bupati hingga gubernur.
Mayoritas partai politik menyatakan setuju dengan usulan Presiden Prabowo. Mereka menilai, Pilkada langsung memang mahal.
Partai Gerindra dan Golkar sebagai partai pendukung Prabowo di Pilpres 2024 secara terang-terangan mendukung wacana Pilkada dipilih DPRD. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga mengaku memiliki ide yang sama sejak lama.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga mengaku setuju. Selain berbiaya mahal, PKS menilai Pilkada langsung bisa memicu konflik horisontal dan perpecahan karena berbeda pilihan.
Partai Amanat Nasional (PAN) turut mendukung ide Prabowo. Partai NasDem juga berada di barisan yang sama.
Sejauh ini hanya PDI Perjuangan yang secara tegas menolak wacana tersebut. Alasannya, mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD dianggap merampas hak rakyat untuk memilih langsung kepala daerahnya.
PDI Perjuangan tetap menginginkan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Biaya politik tak bisa dijadikan alasan untuk mengganti sistem pemilihan langsung.
Memilih kepala daerah melalui DPRD sebenarnya bukan hal baru. Sistem ini sudah diterapkan pada era orde baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Namun, pasca-Reformasi sistem ini dievaluasi karena dianggap tidak selaras dengan semangat demokrasi. Untuk itu, sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, sistem Pilkada juga diubah, tak lagi lewat DPRD, tapi dipilih langsung oleh rakyat.
Baca juga: Pilkada Jakarta: Pramono-Rano Menang, Prabowo Pun Senang
Pilkada langsung pernah dicoba diubah pada 2014. Koalisi Merah Putih (KMP) yang merupakan gabungan partai pendukung pasangan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa pada Pemilihan Presiden 2014 mendorong Pilkada oleh DPRD.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pun merevisi Undang-Undang (UU) Pilkada, yang salah satu pokok pembahasannya adalah soal mekanisme pemilihan.