JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda menyoroti peran Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid dalam penanganan lahan sawit, mengingat tidak semuanya berada di kawasan hutan.
Hal tersebut terjadi ketika Komisi II DPR menggelar rapat dengan Kementerian ATR/BPN di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Senin (8/9/2025).
Mulanya, Rifqi mempertanyakan nasib 3,1 juta hektar lahan sawit ilegal yang telah disita negara.
Lahan sawit tersebut sebelumnya sempat disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR 2025 lalu.
Baca juga: Menanti Reformasi DPR dan Polri, Publik Tunggu Perubahan Nyata
“Kita tahu Pak Presiden, Pak Prabowo Subianto di hadapan paripurna DPR dan dihadiri juga oleh para anggota kabinet, beliau menyampaikan bahwa negara telah menyita 3,1 juta hektar lahan sawit dari potensi 5 juta hektar yang ada,” ujar Rifqi.
Rifqi lantas mempertanyakan alasan Nusron tidak segera melakukan proses legalisasi sebagian lahan tersebut.
Menurutnya, Kementerian ATR/BPN seharusnya sudah memproses sebagian.
“Di sisi yang lain, kami juga ingin bertanya kepada Saudara Menteri ATR/BPN, mengapa kemudian 3,1 juta hektar itu tidak sebagian dilakukan proses dalam tanda kutip legalisasinya melalui Kementerian ATR/BPN,” tuturnya.
Rifqi menekankan, tidak semua lahan sawit berada di kawasan hutan.
Menurutnya, ada juga yang masuk kawasan non-hutan atau Area Penggunaan Lain (APL), yang seharusnya menjadi domain Kementerian ATR/BPN.
Baca juga: Yusril Sebut RUU Perampasan Aset Bakal Jadi Usulan DPR, Bukan Lagi Pemerintah
“Kami tentu juga ingin mendapatkan penjelasan terkait dengan hal ini, karena potensi sekian juta itu tidak semua di kawasan hutan. Ada juga di kawasan non-hutan atau APL yang merupakan domain dari kewenangan Kementerian ATR/BPN,” imbuh Rifqi.
Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto mengungkap ada jutaan hektar lahan sawit yang dilaporkan ilegal atau melanggar aturan.
Meski begitu, pemerintah kini sudah kembali menguasai sekitar 3,1 juta hektar lahan ilegal tersebut.
"Hari ini saya melaporkan di majelis ini bahwa pemerintah RI sudah menguasai kembali 3,1 juta hektar. Dari potensi 5 juta hektar lahan sawit yang dilaporkan melanggar aturan, tapi kita belum verifikasi," kata Prabowo di Sidang Tahunan MPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/8/2025).
Dia menekankan, penertiban lahan ini juga sudah dilegalkan dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang penertiban kawasan hutan.
Baca juga: Sahroni hingga Uya Kuya Kini Tak Lagi Nikmati Kemewahan Anggota DPR
Pelanggaran jutaan hektar lahan itu di antaranya ada yang membuat perkebunan di hutan lindung, tidak melaporkan luasnya perkebunan mereka, dan ada juga yang tidak mau datang dipanggil BPKP.
"Yang sudah jelas kita verifikasi melanggar aturan adalah 3,7 juta hektar, dan dari 3,7 juta hektar, 3,1 juta sudah dikuasai kembali," ungkapnya lagi.
Bukan cuma itu, Prabowo juga melaporkan ada keputusan pengadilan soal penyitaan lahan-lahan sawit yang belum dipatuhi.
"Ada keputusan pengadilan yang sudah inkrah 18 tahun lalu yang memerintahkan ada kebun-kebun kelapa sawit yang harus disita, tapi tidak ada penegak hukum waktu itu yang mau melaksanakannya. Saya tidak tahu kenapa," ujarnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini