KOMPAS.com - Pohon kakao bisa dipanen usai tiga tahun ditanam. Setelahnya, hasil tanam kakao dapat dipanen dua kali dalam setahun.
Indonesia sempat menjadi penghasil kakao terbesar di dunia. Namun, jumlah produksi komoditas ini kian menurun dari tahun ke tahun.
Dari tiga terbesar negara penghasil kakao terbesar di dunia, kini turun menjadi peringkat ketujuh.
Turunnya produksi kakao Indonesia tak lepas dari produktivitas petani kakao. Sebab, pengerjaannya memang tak mudah.
Baca juga: Harga Kakao Meroket, Apa Kabar Produksi Cokelat?
Agung Widiastuti, Direktur Kalimajari, pendamping Koperasi Kakao Kerta Semaya Samaniya (KSS) Jembrana Bali, menyampaikan, setidaknya ada tiga tantangan utama bagi petani kakao dalam menghasilkan produksi bahan baku cokelat yang berkualitas.
Agung yang juga seorang petani kakao, menggambarkan sulitnya produksi kakao berkualitas di Indonesia.
Proses tanam, panen, hingga pascapanen berjalan cukup panjang. Sayangnya, tahapan ini jarang dihargai banyak orang.
Lihat postingan ini di Instagram
Alhasil, sering kali terjadi proses tawar-menawar dalam menentukan harga jual kakao yang menyulitkan petani.
"Kami, sebagai petani dan koperasi kakao, betul-betul mencari partner yang menghargai proses itu dan tidak mudah," kata Agung saat ditemui Kompas.com usai pembukaan pabrik Pipiltin Gunung Sindur, Bogor pada Kamis (26/7/2024).
Menurut Agung, tidak semua petani tahu dan paham soal tingginya nilai kakao yang dihasilkan.
Padahal, kuantitas bukan menjadi satu-satunya fokus produksi kakao secara menyeluruh, melainkan kualitasnya.
Kualitas kakao bisa didapat dari proses pascapanen yang saat ini terbagi menjadi dua, yakni nonfermentasi dan fermentasi.
"Dari segi pascapanen, buat menghasilkan kakao berkualitas itu mesti difermentasi selama enam sampai tujuh hari," jelas Agung.
Baca juga: Mengapa Indonesia Masih Impor Kakao?
"Value-nya ada di sana. Nilai tambah kakao berkualitas asalnya dari sana dan itu yang kami jual," tambah dia.
Harga jual kakao berkualitas atau fermentasi tentu berbeda dengan produksi kakao biasa.
Jadi, Agung menuturkan, bila saja petani paham cara menghasilkan kakao berkualitas, harga yang ditawarkan pun bisa lebih premium, lebih mahal daripada harga kakao biasa.