TEL AVIV, KOMPAS.com – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan serangan baru ke Gaza akan dimulai dalam waktu dekat.
Ia berharap operasi tersebut dapat diselesaikan dengan cepat di tengah desakan baru dari Dewan Keamanan PBB untuk mengakhiri penderitaan di wilayah Palestina tersebut.
Pernyataan ini disampaikan Netanyahu pada Minggu (10/8/2025), dua hari setelah kabinet keamanan Israel menyetujui rencana yang menuai kritik untuk merebut Kota Gaza.
Baca juga: Tentara Israel Bunuh Diri 2 Hari Sebelum Kembali Bertugas di Gaza
Menurutnya, langkah tersebut tidak bisa dihindari demi mengalahkan Hamas dan membebaskan para sandera warga Israel.
Kota Gaza, pusat terpadat di wilayah tersebut, dilaporkan mengalami peningkatan serangan udara pada Minggu malam. Pejabat kesehatan di Rumah Sakit Shifa menyebut sedikitnya lima orang tewas akibat serangan terhadap sebuah toko roti lapis di lingkungan Sabra.
Media Palestina melaporkan sebuah rudal menghantam tenda jurnalis di dekat Rumah Sakit Shifa.
Kepala rumah sakit, Muhammad Abu Salamiyah, mengatakan kepada televisi Al Jazeera bahwa tujuh orang tewas, termasuk lima staf Al Jazeera yang terdiri dari jurnalis Anas Al Sharif, Mohammed Qreiqeh, tiga jurnalis foto, serta seorang sopir dan asisten.
Militer Israel mengeklaim Al Sharif adalah kepala sel Hamas yang menyamar sebagai jurnalis. Klaim itu disebut telah dikonfirmasi melalui intelijen dan dokumen yang ditemukan di Gaza.
Namun, Pelapor Khusus PBB Irene Khan sebelumnya menyatakan tuduhan tersebut tidak berdasar.
Netanyahu juga mengungkapkan telah berbicara dengan Presiden AS Donald Trump mengenai rencana Israel menguasai benteng terakhir Hamas di Gaza. Ia menyebut target serangan kali ini adalah dua benteng Hamas yang tersisa.
“Jadwal yang kami tetapkan cukup cepat. Pertama-tama, kami ingin membangun zona aman agar penduduk sipil Kota Gaza dapat pindah,” kata Netanyahu, dikutip dari Reuters pada Senin (11/8/2025).
Baca juga: Anak-anak Ini Galang Dana Bersihkan Pantai untuk Bantu Anak yang Kelaparan di Gaza
Kota Gaza, yang sebelum perang dua tahun lalu dihuni sekitar satu juta orang, direncanakan akan dipindahkan ke zona aman. Namun, warga Palestina mengatakan zona tersebut tidak melindungi mereka dari serangan Israel sebelumnya.
Sejumlah pejabat militer Israel menolak rencana pendudukan seluruh Jalur Gaza. Mereka memperingatkan langkah itu bisa membahayakan nyawa para sandera dan menyeret Israel ke perang gerilya berkepanjangan. Netanyahu menegaskan tujuannya bukan untuk menduduki Gaza.
“Kami menginginkan sabuk keamanan tepat di sebelah perbatasan kami, tetapi kami tidak ingin tinggal di Gaza. Itu bukan tujuan kami,” ujarnya.
Lima negara Eropa, yakni Denmark, Perancis, Yunani, Slovenia, dan Inggris menyatakan perluasan operasi militer Israel hanya akan memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza.