MOSKWA, KOMPAS.com – Badan Keamanan Federal Rusia (FSB) pada Senin (18/8/2025) mengumumkan bahwa pihaknya berhasil menggagalkan upaya Ukraina untuk meledakkan Jembatan Crimea.
Rencana pengeboman itu dilakukan menggunakan mobil Chevrolet Volt yang di dalamnya disembunyikan alat peledak rakitan berkekuatan besar.
Kendaraan itu masuk ke Rusia dari Ukraina melalui sejumlah negara transit, sebelum melintasi pos perbatasan Verkhny Lars di perbatasan Georgia–Ossetia Utara-Alania.
Baca juga: Usai Serang Pesawat Rusia, Ukraina Ledakkan Jembatan Crimea dari Bawah Laut
“FSB berhasil mengungkap rencana itu tepat waktu, mendeteksi dan menetralkan bahan peledak yang disembunyikan di dalam mobil Chevrolet Volt, serta menahan semua pihak yang terlibat dalam pengirimannya ke Rusia,” demikian pernyataan resmi FSB.
Laporan menyebutkan bahwa mobil bom tersebut awalnya dibawa dengan truk pengangkut mobil menuju wilayah Krasnodar.
Rencananya, kendaraan itu akan diserahkan kepada pengemudi lain untuk dikendarai melintasi Jembatan Crimea.
Namun, pengemudi itu tidak mengetahui bahwa dirinya telah dijadikan “pelaku bom bunuh diri".
FSB menegaskan bahwa serangan ini merupakan upaya kedua Ukraina menyerang Jembatan Crimea sejak awal 2025.
Sebelumnya pada 2 April, otoritas Belarus menggagalkan upaya penyelundupan lebih dari 500 kilogram bahan peledak sintetis yang juga diarahkan ke Crimea.
Kepala Republik Crimea, Sergey Aksyonov, menyampaikan apresiasi kepada aparat keamanan yang mencegah serangan tersebut.
“Saya berterima kasih kepada para petugas FSB yang mencegah aksi teror di Jembatan Crimea. Upaya ini jelas ditujukan untuk merusak proses negosiasi penyelesaian konflik,” ujarnya.
Baca juga: Soal Crimea yang Dicaplok Rusia, Trump Salahkan Obama
Pernyataan senada juga datang dari Rodion Miroshnik dari Kementerian Luar Negeri Rusia. Ia menuding tindakan Kyiv sebagai sabotase politik.
“Tindakan Kyiv diarahkan untuk menggagalkan negosiasi mengenai penyelesaian konflik Ukraina,” kata Miroshnik.
Diketahui, Jembatan Crimea, yang menghubungkan Rusia dengan Semenanjung Crimea, sejak lama menjadi target utama Ukraina.