TEL AVIV, KOMPAS.com - Kantor Gubernur Yerusalem memperingatkan, proyek pemukiman Israel terbaru di wilayah pendudukan Tepi Barat berpotensi menggusur paksa sekitar 7.000 warga Palestina.
Peringatan itu disampaikan setelah Menteri Keuangan Israel yang berhaluan sayap kanan, Bezalel Smotrich, pekan lalu menyetujui rencana pembangunan lebih dari 6.900 unit rumah bagi pemukim di kawasan Ma’ale Adumim dan sekitarnya.
Smotrich juga membawahi aktivitas permukiman di bawah Kementerian Pertahanan Israel, sebagaimana dilansir Anadolu Agency, Senin (18/8/2025).
Baca juga: Perdana, Palestina Akan Ikut Ajang Miss Universe
Smotrich menyebut, proyek bernama E1 itu bertujuan menghubungkan Ma’ale Adumim dengan Yerusalem, sekaligus memutus kesinambungan wilayah Palestina antara Ramallah dan Betlehem.
Dalam pernyataan resmi, Kantor Gubernur Yerusalem menegaskan bahwa ada 22 komunitas Badui yang akan terdampak langsung dari proyek tersebut.
Pihaknya menyebut rencana itu sebagai skema kolonial Israel dan memperingatkan isolasi komunitas Jabal Al Baba dan Wadi Jamil dari kota terdekat, Al Eizariya.
PBB secara konsisten menilai permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki sebagai pelanggaran hukum internasional.
Baca juga: Israel Balas Cabut Visa Diplomat Australia untuk Otoritas Palestina
Permukiman tersebut juga dianggap menjadi penghalang serius bagi solusi dua negara.
Keputusan Israel untuk menghidupkan kembali proyek E1 diperkirakan akan memperburuk ketegangan dengan Palestina dan komunitas internasional.
Media Israel melaporkan, kelompok hak asasi manusia Peace Now menyebut rencana itu sebagai pukulan telak terhadap solusi dua negara karena akan membelah Tepi Barat dan semakin mengisolasi Yerusalem Timur.
Pengamat menilai, dorongan Israel terhadap proyek ini tak lepas dari respons atas pernyataan sejumlah negara, termasuk Inggris, Perancis, dan Australia, yang berencana mengakui negara Palestina dalam sidang Majelis Umum PBB pada September mendatang.
Baca juga: Sejarah Indonesia Akui Kemerdekaan Palestina, Termasuk yang Pertama sejak 1988
Bagi Palestina, Yerusalem Timur tetap menjadi ibu kota negara masa depan mereka. Klaim ini merujuk pada berbagai resolusi internasional yang menolak pendudukan Israel sejak 1967 dan pencaplokan wilayah tersebut pada 1980.
Sejak perang Israel di Gaza memasuki tahun kedua pada Oktober 2023, Kementerian Kesehatan Palestina mencatat sedikitnya 1.014 warga Palestina tewas dan lebih dari 7.000 orang terluka di Tepi Barat akibat serangan pasukan Israel dan pemukim ilegal.
Pada Juli 2024, Mahkamah Internasional (ICJ) mengeluarkan pendapat penasehat yang menyatakan pendudukan Israel di wilayah Palestina ilegal.
ICJ juga menyerukan pengosongan seluruh permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Baca juga: Apa Artinya Mengakui Negara Palestina?
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini