Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Desa di Peru, Tak Tersentuh Listrik meski Dekat Kompleks Panel Surya Raksasa

Kompas.com - 26/08/2025, 18:25 WIB
BBC INDONESIA,
Inas Rifqia Lainufar

Tim Redaksi

PAMPA CLEMESI, KOMPAS.com - Setiap pagi, Rosa Chamami terbangun oleh jilatan api yang membakar potongan-potongan kardus di tungku darurat yang teronggok di halaman rumahnya.

Kotak-kotak kardus itu dulunya berisi 800.000 panel surya berteknologi tinggi. Kini, kardus itu menjadi bahan bakar tungkunya.

Antara tahun 2018 dan 2024, panel-panel tersebut dipasang di Rubi dan Clemesi, dua pembangkit listrik tenaga surya raksasa di wilayah Moquegua, Peru—sekitar 1.000 kilometer di sebelah selatan ibu kota Peru, Lima.

Baca juga: Hasil Pertemuan Prabowo-Presiden Peru, Perluas Pasar RI di Amerika Selatan

Kedua area itu membentuk kompleks surya terbesar di Peru, dan salah satu yang paling besar di Amerika Latin.

Dari rumahnya di permukiman kecil Pampa Clemesi, Rosa bisa melihat deretan panel yang bersinar di bawah lampu sorot putih. Adapun pembangkit listrik Rubí berjarak 600 meter dari kawasan tempat tinggal Rosa.

Tapi rumahnya—dan seluruh desanya—tetap gelap gulita, tidak terhubung ke jaringan listrik yang dialiri pembangkit listrik tersebut.

Aliran listrik tenaga surya tidak menjangkau rumah

Pembangkit listrik tenaga surya Rubi di Peru.BBC Indonesia Pembangkit listrik tenaga surya Rubi di Peru.

Tak satu pun dari 150 penduduk Pampa Clemesi memiliki akses ke jaringan listrik nasional.

Beberapa punya panel surya sumbangan dari operator Rubí, Orygen. Namun, mereka tidak mampu membeli baterai dan konverter yang dibutuhkan untuk mengoperasikannya.

Pada malam hari, mereka menggunakan senter atau hidup dalam gelap.

Paradoks yang sangat mencolok: PLTS Rubí menghasilkan sekitar 440 GWh per tahun, cukup untuk memasok listrik ke 351.000 rumah.

Moquegua, lokasi PLTS tersebut, merupakan tempat ideal untuk energi surya karena menerima lebih dari 3.200 jam sinar matahari per tahun—lebih banyak daripada kebanyakan negara.

Dan kontradiksi itu semakin tajam di negara yang saat ini sedang mengalami lonjakan energi terbarukan.

Pada tahun 2024 saja, pembangkit listrik dari energi terbarukan tumbuh sebesar 96 persen.

Tenaga surya dan angin sangat bergantung pada tembaga karena konduktivitasnya yang tinggi. Dan Peru adalah produsen terbesar kedua di dunia.

"Di Peru, sistemnya dirancang berdasarkan profitabilitas. Tidak ada upaya untuk menghubungkan ke wilayah-wilayah yang jarang penduduknya," beber Carlos Gordillo, pakar energi di Universitas Santa Maria di Arequipa.

Adapun Orygen mengklaim telah memenuhi tanggung jawabnya.

"Kami telah bergabung dengan proyek pemerintah untuk menyediakan listrik bagi Pampa Clemesi dan telah membangun jalur khusus untuk mereka," kata Marco Fragale, direktur eksekutif Orygen di Peru kepada BBC News Mundo.

"Kami juga merampungkan tahap pertama proyek elektrifikasi dengan 53 menara listrik siap beroperasi," sambungnya.

Fragale menambahkan, telah memasang hampir 4.000 meter kabel bawah tanah untuk menyediakan jalur listrik bagi desa tersebut. Investasi sebesar US$800.000 ini, ucapnya, juga sudah selesai. Hanya saja, lampu masih belum menyala.

Langkah terakhir—menghubungkan jalur baru ke rumah-rumah penduduk—merupakan tanggung jawab pemerintah.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau