JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia dan Peru menandatangani Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (Comprehensive Economic Partnership Agreement/CEPA) di Jakarta, Senin (11/8/2025), sebagai langkah mempererat hubungan dagang dan membuka akses pasar ke Amerika Selatan.
Penandatanganan dilakukan saat Presiden Peru Dina Boluarte bertemu Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta.
Boluarte disambut dengan upacara kenegaraan lengkap dengan marching band dan lagu kebangsaan sebelum memulai perundingan.
Baca juga: Malaysia Tak Mau Perang dengan Indonesia meski Tidak Akui Blok Ambalat
Prabowo mengatakan, kedua pemimpin menyaksikan langsung penandatanganan CEPA yang dirampungkan hanya dalam waktu 14 bulan, lebih cepat dibanding perjanjian serupa yang biasanya memakan waktu bertahun-tahun.
“Perjanjian ini akan memperluas akses pasar dan mendorong aktivitas perdagangan kedua negara,” ujar Prabowo, dikutip dari kantor berita AFP.
Selain perdagangan, Indonesia dan Peru juga sepakat memperkuat kerja sama di bidang pertahanan, pemberantasan narkotika, ketahanan pangan, energi, perikanan, dan pertambangan.
Akan tetapi, Prabowo tidak merinci bentuk kerja sama tersebut.
Kementerian Perdagangan mencatat, nilai ekspor Indonesia ke Peru pada 2024 mencapai 329,4 juta dollar AS (Rp 5,36 triliun), sedangkan ekspor Peru ke Indonesia senilai 149,6 juta dollar AS (Rp 2,43 triliun).
Baca juga: Indonesia-Selandia Baru Sepakati Sistem Halal, Disebut Pencapaian Besar
Sebelum kunjungan kenegaraan ini, Menteri Perdagangan Indonesia menyatakan bahwa CEPA akan membuka peluang bagi produk Indonesia untuk memasuki pasar di Amerika Tengah dan Selatan.
Penandatanganan perjanjian ini berlangsung di tengah dinamika perdagangan global, menyusul kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang memberlakukan tarif 19 persen terhadap impor dari Indonesia berdasarkan pakta baru.
Boluarte (63) saat ini menghadapi tantangan politik di dalam negeri. Tingkat penerimaannya hanya sekitar 2 persen pada Mei lalu, di tengah protes terhadap maraknya kekerasan geng di Peru.
Baca juga: WHO dan 73 Negara Larang Asbes, Kenapa Indonesia Masih Pakai?
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini