Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Bangunan Bambu Lebih Tahan Gempa Dibanding Beton?

Kompas.com - 30/10/2025, 20:01 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

Sumber BBC News

KOMPAS.com - Ketika gempa berkekuatan M 7,8 mengguncang Ekuador pada April 2016, kota pesisir Manta hancur lebur. Pusat komersial Tarqui rata dengan tanah, dan jalanan dipenuhi puing-puing bangunan bata dan beton yang roboh.

Namun, di tengah kehancuran, warisan tak terduga dari gempa tersebut masih terlihat jelas.

Di kawasan yang menjadi titik nol gempa di Manta, sejumlah bangunan berbahan bambu—mulai dari paviliun pasar ikan, pusat informasi turis, restoran, hingga kantor pemadam kebakaran—tetap berdiri di tepi pantai.

Ratusan rumah bambu tradisional di kota tersebut dan sekitarnya juga selamat.

"Semuanya dibangun sebelum gempa dan tetap berdiri kokoh (saat gempa)," kata Pablo Jácome Estrella, Direktur Regional untuk Amerika Latin dan Karibia di International Bamboo and Rattan Organization (Inbar) dikutip BBC News.

Baca juga: Dibuka Hari Ini, Jembatan Pandansimo Dirancang Tahan Gempa M 9,0 dan Likuifaksi

Bukan Hanya Murah, Bambu Dirancang Alam untuk Melentur

Bambu telah digunakan sebagai material konstruksi selama ribuan tahun di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.

Berdasalkan uji laboratorium dan penelitian mengungkap, kunci dari ketahanan bambu adalah fleksibilitasnya.

Batang bambu memiliki berat yang ringan, sehingga mengurangi massa struktur bangunan. Penelitian menunjukkan bahwa daktilitas—kemampuan untuk menahan angin kencang—juga memungkinkannya menyerap guncangan seismik.

Para insinyur dan arsitek kini membandingkan properti alami bambu dengan baja, menjadikannya material ideal untuk menghadapi gempa.

"Alam merancangnya untuk melentur," kata Bhavna Sharma, profesor di University of Southern California yang fokus pada penggunaan bambu dalam konstruksi.

Data Pascagempa: Keunggulan Struktur Ringan

Survei pascagempa terhadap lebih dari 1.200 bangunan di Manabí menunjukkan temuan signifikan.

Sebastian Kaminski, insinyur struktur dari firma konsultan konstruksi Arup, yang ikut dalam misi tersebut, mencatat bahwa secara keseluruhan, bangunan beton bertulang mengalami tingkat kerusakan yang lebih besar daripada bangunan kayu dan bambu.

Kaminski menambahkan bahwa keunggulan utama bangunan bambu tradisional adalah sifatnya yang ringan. Struktur yang ringan cenderung menarik gaya gempa yang lebih kecil.

"Yang terpenting, karena cenderung ringan, keruntuhannya tidak terlalu berisiko terhadap keselamatan jiwa penghuninya," jelas Kaminski.

Inilah mengapa konstruksi bahareque (dikenal sebagai wattle and daub), metode tradisional yang menggunakan anyaman bambu ditutupi lapisan tanah liat basah, terbukti unggul.

Pada gempa berkekuatan M 6,2 di Kolombia tahun 1999, para pengamat mencatat bahwa struktur bahareque tampak bertahan pada tingkat yang lebih tinggi daripada bangunan yang menggunakan material pasangan bata, seperti bata dan blok semen.

Luis Felipe Lopez, Manajer Umum Base Bahay Foundation di Filipina, mengatakan gempa di Kolombia itu mengubah pandangan dunia.

"Begitu jelas bagi pemerintah bahwa rumah-rumah bahareque ini menyelamatkan banyak nyawa," katanya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
Supermoon Beaver 5 November Jadi Bulan Purnama Paling Dekat Bumi Sejak 2019
Supermoon Beaver 5 November Jadi Bulan Purnama Paling Dekat Bumi Sejak 2019
Fenomena
Penampakan Jika Seluruh Es Antartika Mencair, Ada Jurang dan Pegunungan
Penampakan Jika Seluruh Es Antartika Mencair, Ada Jurang dan Pegunungan
Oh Begitu
BMKG Konfirmasi 43,8 Persen Wilayah Indonesia Masuk Musim Hujan, Kenali Potensi Cuaca Ekstrem
BMKG Konfirmasi 43,8 Persen Wilayah Indonesia Masuk Musim Hujan, Kenali Potensi Cuaca Ekstrem
Fenomena
Berusia 6 Juta Tahun, Sampel Udara Tertua di Bumi Ditemukan di Es Antartika
Berusia 6 Juta Tahun, Sampel Udara Tertua di Bumi Ditemukan di Es Antartika
Fenomena
Alarm dari Laut: Lumba-Lumba Kena Alzheimer Gegara Limbah Manusia, Ini Bukti Ilmiahnya
Alarm dari Laut: Lumba-Lumba Kena Alzheimer Gegara Limbah Manusia, Ini Bukti Ilmiahnya
Oh Begitu
Teleskop James Webb Bongkar Rahasia Komet 3I/ATLAS: Diselimuti Kerak Radiasi Kosmis Miliaran Tahun
Teleskop James Webb Bongkar Rahasia Komet 3I/ATLAS: Diselimuti Kerak Radiasi Kosmis Miliaran Tahun
Fenomena
Identik dengan Halloween, Labu Ternyata Bisa Simpan Bahan Kimia Beracun
Identik dengan Halloween, Labu Ternyata Bisa Simpan Bahan Kimia Beracun
Oh Begitu
Fosil Badak Salju dari Kutub Utara Ungkap Jembatan Darat Atlantik Kuno
Fosil Badak Salju dari Kutub Utara Ungkap Jembatan Darat Atlantik Kuno
Oh Begitu
Nebula Kelelawar Hantu: ‘Tamu’ Kosmik yang Muncul di Langit Halloween
Nebula Kelelawar Hantu: ‘Tamu’ Kosmik yang Muncul di Langit Halloween
Fenomena
Supermoon Emas November 2025: Purnama Terbesar Sepanjang Tahun
Supermoon Emas November 2025: Purnama Terbesar Sepanjang Tahun
Oh Begitu
Gempa M 5,1 Guncang Laut Sarmi Papua, Tidak Berpotensi Tsunami
Gempa M 5,1 Guncang Laut Sarmi Papua, Tidak Berpotensi Tsunami
Fenomena
Anjing-Anjing Menjadi Biru di Zona Chernobyl, Apa yang Terjadi?
Anjing-Anjing Menjadi Biru di Zona Chernobyl, Apa yang Terjadi?
Oh Begitu
Rahasia Kodok yang Bisa Berubah Jadi Kuning Neon dalam Dua Hari
Rahasia Kodok yang Bisa Berubah Jadi Kuning Neon dalam Dua Hari
Oh Begitu
77 Kerangka Kristen Awal Ditemukan di Situs Gereja Tertua Aarhus Denmark, Berusia Sekitar 900 Tahun
77 Kerangka Kristen Awal Ditemukan di Situs Gereja Tertua Aarhus Denmark, Berusia Sekitar 900 Tahun
Oh Begitu
Sejarah Halloween dan Día de Muertos, Lahir dari Perkawinan Budaya Kematian Celtic dan Aztec
Sejarah Halloween dan Día de Muertos, Lahir dari Perkawinan Budaya Kematian Celtic dan Aztec
Oh Begitu
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau