
ADA hikmah atau lesson learn yang bisa kita petik bersama dari kasus viral Miftah Maulana Habiburrahman yang dianggap menghina seorang penjual es teh.
Ternyata “guyonan” tersebut memicu reaksi keras dari sebagian besar kalangan masyarakat, membuktikan apa yang dianggap “guyonan” oleh Miftah ternyata adalah hinaan yang sangat menyakitkan.
Kasus yang hingga saat ini masih menjadi perbincangan itu adalah kejadian yang kesekian kalinya ketika seorang pembicara publik “terjepit” di SARAF-P3!
Terjepit di SARAF-P3 adalah ungkapan yang menjelaskan bahwa public speaking memiliki risiko sangat besar “terjepit” atau mengalami masalah sangat serius akibat tidak memperhatikan beberapa kaidah berbicara di depan masyarakat umum.
Mereka sengaja atau tidak sengaja mengusik bagian yang sangat sensitif dalam public speaking yang saya sebut sebagai SARAF P3!
Beberapa isu seharusnya tidak digunakan sebagai topik untuk bercanda atau banyolan, baik bercanda pada situasi serius maupun bercanda pada kondisi santai.
Termasuk di sini adalah bergurau atau mungkin sekadar update status atau membuat konten melalui aneka platform media sosial.
Kenyataannya netizen penghuni media sosial sama posisinya sebagaimana khalayak masyarakat atau audiens yang hadir secara fisik dalam suatu acara. Bedanya mereka sebagai netizen hadir secara virtual dan dalam jumlah yang bisa saja tidak terkendali dan tidak terbatas.
Miftah jelas “terjepit” di salah satu bagian dari SARAF-P3, sebuah "saraf" yang terbukti super sensitif.
SARAF–P3 merupakan singkatan dari kumpulan beberapa hal yang sangat tabu dan sangat berbahaya untuk dijadikan bahan humor atau materi guyonan selama public speaking atau presentasi. Hal ini adalah bagian dari Highly Impressive Presentation Skill.
Pertanyaannya, mengapa SARAF-P3 sangat berbahaya digunakan sebagai bahan guyonan?
Jawabannya adalah, karena pada hakikatnya SARAF-P3 merupakan hal-hal yang bersifat sangat asasi bagi manusia secara universal, berpotensi menimbulkan konflik horizontal.
Oleh sebab itu, berdasarkan kajian empiris yang kami lakukan, menyimpulkan bahwa SARAF-P3 harus dihindari untuk digunakan sebagai bahan candaan selama kita menyajikan presentasi atau berbicara di depan umum.
SARAF-P3 tersebut terdiri dari:
S untuk Suku. Meskipun kita tahu suku-suku tertentu di Indonesia memiliki kebiasaan khas yang pasti lucu bagi suku lain secara umum, tapi jelas topik suku adalah sesuatu yang sangat sensitif.