BEIJING, KOMPAS.com - Kedutaan Besar China di Dhaka, Bangladesh, mengeluarkan peringatan keras kepada warga negaranya untuk tidak terlibat praktik "membeli istri asing", atau pernikahan lintas negara yang bersifat komersial.
Peringatan ini muncul di tengah maraknya laporan penipuan pernikahan dan perdagangan manusia yang menyasar perempuan dari Asia Selatan, termasuk Bangladesh.
Dalam pernyataan resmi pada Minggu (25/5/2025) malam, Kedubes China menekankan pentingnya warga negara China untuk tidak mudah tergiur tawaran pernikahan cepat di luar negeri yang banyak beredar di media sosial.
Baca juga: Perancis Buka Suara soal Insiden Macron dan Istri di Pesawat, Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Pihak kedutaan juga menegaskan bahwa hukum di China melarang lembaga perjodohan menyediakan jasa pencarian pasangan internasional.
"Setiap aktivitas semacam itu, jika dilakukan dengan cara menipu atau untuk mencari keuntungan, dianggap ilegal," tulis pernyataan tersebut.
Warga negara China diminta untuk menghindari agensi perjodohan komersial lintas negara dan meningkatkan kewaspadaan terhadap penipuan cinta daring.
"Risiko kehilangan uang, bahkan kebebasan, sangat nyata," demikian bunyi peringatan tersebut.
Peringatan ini tidak lepas dari krisis demografi dan sosial yang dihadapi China. "Negeri Tirai Bambu" ini menghadapi surplus sekitar 35 juta pria yang kesulitan mencari pasangan.
Kondisi ini merupakan imbas dari kebijakan satu anak yang diterapkan selama tiga dekade, serta preferensi masyarakat yang lebih menginginkan anak laki-laki, menyebabkan banyak bayi perempuan mengalami aborsi selektif atau ditelantarkan.
Selain itu, angka pernikahan di China terus menurun. Pada 2024, hanya tercatat 6,1 juta pernikahan, anjlok dari 7,7 juta pada tahun sebelumnya.
Banyak perempuan muda di China memilih menunda atau tidak menikah karena tekanan ekonomi dan beban peran gender yang dinilai berat.
Fenomena ini menciptakan gelombang pria lajang di pedesaan, yang dikenal sebagai shengnan shidai atau generasi pria yang tertinggal.
Kini, pria-pria ini dilaporkan mulai melirik negara-negara seperti Pakistan, Rusia, dan Bangladesh untuk mencari pasangan melalui sindikat ilegal dengan cara "membeli istri".
Baca juga: Sandera Israel yang Dibebaskan Hamas Tak Tahu Istri dan 2 Putrinya Sudah Tewas
Peringatan dari Kedutaan Besar China di Bangladesh semakin relevan setelah adanya laporan dari media dan organisasi hak asasi manusia yang menunjukkan, perempuan Bangladesh menjadi korban perdagangan manusia dengan dalih pernikahan.
Menurut laporan The Daily Star, perempuan-perempuan ini dijual ke China oleh sindikat kriminal.