Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Logam mulia menjadi pelindung nilai kekayaan kami, sedangkan investasi saham adalah harapan untuk mendapatkan “cuan” yang bisa menopang saat masa pensiun tiba.
Kami juga harus berjuang menyeimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran. Harga barang terus melonjak, biaya pendidikan anak yang semakin membubung, sementara pemasukan kami tetap, hanya dari gaji.
Bukan karena malas atau enggan mencari penghasilan tambahan, tapi waktu seperti tak berpihak. Dari pagi hingga petang kami bekerja, kapan lagi bisa mencari tambahan?
Maka, bagi kami, nyicil investasi secara konsisten adalah pilihan terbaik. Tidak memberatkan tapi memberi harapan masa depan.
Harapan kami sederhana, sedikit demi sedikit menabung logam mulia dan investasi saham dari sisa gaji, menjadi bekal yang cukup kuat untuk menyambut masa pensiun.
Kisah nyata dari Mamang Cireng dan Mbah Solar, tetangga kami yang harus bertahan dalam kondisi sulit di masa pensiun, menjadi pelajaran berharga.
Bahwa pensiun itu pasti. Dan kita harus mempersiapkannya sejak sekarang, walau masa itu terasa jauh di depan mata.
Jangan Hutang
Ini bukan sekadar gosip, tapi fakta yang terjadi. Kedua sosok yang saya kenal, Mamang Cireng dan Mbah Solar, mengalami kesulitan ekonomi karena gaji pensiun mereka masih terpotong cicilan pinjaman hingga saat ini.
Karena itu, saya selalu mengingatkan istri, “Sudahlah, mari kita hidup sesuai kemampuan. Jangan sampai pasak lebih besar daripada tiang.” Jangan sampai gaji yang kita terima habis hanya untuk membayar cicilan utang.
Apalagi jika kebiasaan itu terbawa sampai masa pensiun. Ketika gaji sudah tak lagi utuh seratus persen, mau dipotong lagi hanya demi memuaskan keinginan-keinginan yang tak ada habisnya dan belum tentu perlu?
Saya dan istri berusaha mencicil keberanian, bukan untuk berutang, tapi untuk melatih mental agar tidak mudah tergoda mengambil pinjaman di mana pun, dalam situasi apa pun.
Berutang memang bukan kesalahan jika dalam kondisi darurat, tapi kami sedang membiasakan diri agar tidak ketergantungan, tidak menjadi tuman berutang untuk segala keinginan yang datang silih berganti tanpa henti.
Kita semua tahu, kebiasaan akan membentuk karakter. Dan karakter yang sudah tertanam dalam hati itu sulit diubah.
Maka dengan sepenuh hati dan seluruh tenaga, kami bertekad menghindari berutang. Agar kelak, saat masa pensiun tiba, kami tidak tergoda mengajukan pinjaman demi memenuhi keinginan-keinginan kecil yang sesungguhnya tidak begitu penting.
Sebab, justru keinginan-keinginan kecil itulah yang tanpa sadar dapat menggerus kekayaan, bahkan merampas kebahagiaan di masa tua dan masa pensiun.
Pendidikan Sebagai Investasi
Saya masih sering teringat pesan orang tua kami dulu. Mereka tidak mewariskan harta benda melimpah, tetapi dengan segala tenaga dan pengorbanan, mereka berusaha keras agar kami bisa menuntaskan pendidikan sampai perguruan tinggi.