Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Mereka selalu bilang, harta benda bisa habis dan lenyap seiring waktu yang terus berjalan tanpa ampun. Namun pendidikan, terutama ijazah dari perguruan tinggi, adalah investasi yang nilainya tak lekang oleh zaman.
Imbal baliknya bahkan melampaui harapan mereka sendiri. Saya dan ketiga kakak saya berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi, dan kini kami semua bekerja sebagai pegawai negeri.
Sekali lagi, ini bukan untuk bergosip atau menjelekkan siapa pun. Namun, dengan segala hormat kepada Mamang Cireng dan Mbah Solar, tampaknya mereka dulu kurang memandang pendidikan sebagai investasi. Anak-anak mereka, sayangnya, hidup tanpa arah dan jenjang pendidikan yang memadai.
Padahal sejatinya, pendidikan memang sebuah investasi. Bukan hanya untuk masa depan anak-anak, tapi juga sebagai bekal bagi orang tua saat menua dan memasuki masa pensiun.
Memang benar, ijazah perguruan tinggi tidak selalu menjamin kebahagiaan hakiki. Namun, ijazah itu menjadi modal dasar yang membawa potensi besar untuk membangun kehidupan lebih baik di kemudian hari.
Hampir semua pekerjaan sekarang mensyaratkan ijazah. Jadi sangat wajar bila pendidikan anak dianggap sebagai investasi yang sangat penting.
Rumus sederhananya, kebahagiaan anak adalah kebahagiaan orang tua. Kesejahteraan anak akan berujung pada kesejahteraan orang tua pula.
Karena itu, dalam persiapan menyambut masa tua dan pensiun, kami mendorong anak-anak kami menempuh pendidikan sebaik mungkin, di negeri ini.
Setidaknya, jalur ini telah dilalui oleh banyak pensiunan pegawai negeri yang kini menikmati masa tua dengan tenang, bebas dari beban ekonomi. Mereka hidup berdampingan dengan anak-anak yang mandiri dan sejahtera, sehingga tidak menjadi beban bagi orang tua di masa pensiun.
Maka, tak salah jika kami meyakini pendidikan anak sebagai salah satu investasi terbaik untuk masa pensiun kami kelak.
Sedia Payung Sebelum Hujan
Ini bukan kisah fiksi. Saya sedang menyampaikan kenyataan yang kerap terjadi, seseorang pensiun, lalu terlunta-lunta dan menua dalam kesulitan ekonomi. Fenomena yang kita saksikan hari ini bisa saja menjadi gambaran tentang diri kita di masa mendatang.
Kedua kondisi itu, yang bahagia dan yang terlunta, adalah cermin bagi kita semua. Cermin yang menampilkan apa saja yang seharusnya kita persiapkan sejak dini, sekaligus memberi bayangan suram tentang apa yang mungkin terjadi bila kita abai dalam menata masa depan. Bukan untuk menghakimi, melainkan untuk belajar dari realitas yang nyata, dari masyarakat sekitar kita sendiri.
Sebagaimana pepatah lama mengingatkan, sedia payung sebelum hujan, maka sejak beberapa tahun lalu, rumah tangga kami mulai berbenah. Pelan tapi pasti, kami menyiapkan masa pensiun agar kelak tidak terlunta, tidak terpuruk, dan tetap dapat menjalani hidup dengan bahagia serta terhormat di tengah masyarakat.
Sebab sejatinya, kebahagiaan di masa pensiun kelak merupakan buah dari kesadaran dan jerih payah yang kita tanam hari ini. Dan sepertinya, masa pensiun memang tak cukup hanya dengan mempersiapkan dana semata, tetapi juga memerlukan strategi hidup yang matang, agar masa tua tidak sekadar panjang usia, tetapi juga penuh sejahtera.
Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Sedia Pensiun Sebelum Tiba"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.