JAKARTA, KOMPAS.com - Executive Secretary of the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Simon Stiell, mengatakan kapasitas bauran energi baru terbarukan (EBT) RI meningkat 40 persen sejak 2019.
Total hampir 1.000 megawatt kapasitas tambahan di 2025. Simon juga menilai, Indonesia memiliki sumber daya alam maupun manusia yang memadai untuk mengatasi krisis iklim.
"Langkah selanjutnya yang akan Anda ambil, rencana iklim nasional yang baru berpotensi membawa perubahan besar," ungkap Simon dalam acara yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta Pusat, Sabtu (26/7/2025).
"Jika dilakukan dengan benar dan tepat waktu, NDC (Nationally Determined Contributions) selanjutnya bisa menjadi dasar masa depan Indonesia menuju net zero," imbuh dia.
Baca juga: IESR: Potensi EBT di Jawa Tengah Capai 201 Gigawatt
Percepatan transisi energi berpotensi menciptakan lapangan pekerjaan, menarik investasi, dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi di dalam negeri. Menurut Simon, Indonesia tengah dalam momentum memimpin kawasan Asia Tenggara terkait penerapan energi bersih.
"Sejak peluncuran perdagangan karbon tahun lalu, Indonesia sekali lagi memperlihatkan komitmen nyata untuk menghadirkan perubahan," ucap dia.
Pihaknya pun berkomitmen mendukung program carbon credit Indonesia. Di sisi lain, ia menyoroti masih masifnya penggunaan batu bara sebagai bahan bakar yang memicu emisi karbon.
"Hingga saat ini, bahan bakar fosil masih menyuplai lebih dari tiga perempat kebutuhan energi Indonesia, baik untuk listrik maupun transportasi. Angka ini masih jauh dari yang disarankan untuk menjaga suhu bumi di bawah 1,5 derajat celcius," tutur dia.
Sementara itu, Ketua FPCI, Dino Patti Djalal, menyebutkan bahwa Presiden Prabowo Subianto menyatakan akan mencapai 100 persen bauran EBT dalam 10 tahun. Dino berpandangan, hal itu bukan tidak mungkin terwujud. Brasil, misalnya, berhasil mencapai bauran EBT hingga 90 persen.
Baca juga: Uni Eropa-Indonesia Bentuk UE Desk untuk Dorong Investasi di Sektor EBT
"Iceland, Paraguay, Nepal, Etiopia, Republik Demokratis Kongo, Bhutan, merupakan negara yang telah mencapai 100 persen renewable. Jika Indonesia mencapai itu, maka akan mencapai tujuan yang sangat penting yang kami harapkan negara-negara berkembang dapat mengikuti," tutur Dino.
Karena itu, pemerintah perlu merealisasikan penurunan emisi yang disusun dalam dokumen NDC kedua, maupun bekerja sama dengan berbagai sektor guna mencapai 100 persen bauran energi terbarukan. Ini termasuk penyediaan listrik bersih dari PLN. Pasalnya, pada 2024 targetnya baru mencapai 13,9 persen.
"Saya pikir PLN harus benar-benar terhubung dan mengimplementasi 100 persen EBT sesuai target Presiden Prabowo. Lalu, kita harus memastikan prioritas ekonomi pemerintahan terhubung dengan ambisi net zero," ucap Dino.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya