Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trauma Penipuan, Masyarakat Adat Aru Kini Waspadai Proyek Karbon

Kompas.com - 29/09/2025, 08:15 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Masyarakat adat Aru masih menyimpan trauma setiap kali mendengar proyek karbon. Pengalaman pahit masa lalu membuat mereka waspada.

Beberapa tahun lalu, sebuah perusahaan datang menawarkan program budidaya teripang, rumput laut, dan kepiting bakau. Warga pun menyambut baik. Namun, setelah kesepakatan tercapai, izin lahan yang diberikan justru dipakai untuk proyek kredit karbon, sesuatu yang sama sekali asing bagi mereka.

“Karbon kredit sesungguhnya merupakan sesuatu hal yang baru bagi kami. Sesuatu yang rasanya asing bagi kami. Jadi, karena masyarakat merasa sudah dibohongi, sehingga dengan spontan mereka menolak dan mengusir perusahaan itu hingga hari ini tidak kembali lagi ke Aru," ujar perwakilan masyarakat adat Aru, Mama Ocha, dalam sebuah webinar, Jumat (26/9/2025).

Meski demikian, warga Aru kemudian memahami bahwa hutan adat dan mangrove mereka menyimpan potensi besar dalam skema perdagangan karbon. Selama ini, kawasan hutan tersebut terjaga dengan baik dan bisa menjadi aset berharga jika dikelola secara bertanggung jawab serta melibatkan masyarakat adat secara aktif.

Mama Ocha menegaskan, mekanisme perdagangan karbon seharusnya lebih sederhana dan menempatkan masyarakat adat sebagai subjek utama.

"Jika ada perusahaan yang ingin berinvestasi di Aru melalui kredit karbon, maka diharapkan bahwa paling tidak diawali dengan sosialisasi kepada masyarakat tentang apa itu kredit karbon, apa manfaatnya bagi masyarakat, apa dampaknya, positif bahkan negatifnya, bagaimana mekanisme atau proses penjualannya, dan bagaimana posisi masyarakat adat," ucapnya.

Pandangan serupa disampaikan pakar tata kelola karbon dari Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI), Riko Wahyudi. Menurutnya, masyarakat adat sebagai aktor utama perlu didampingi pihak yang kompeten dan berintegritas. Pendampingan itu penting agar prinsip persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan (Padiatapa) benar-benar dijalankan, sehingga potensi eksploitasi dapat dihindari.

Baca juga: Orang Tua Ingin Atasi Perubahan Iklim, Tapi Sulit Terapkan Gaya Hidup Minim Karbon

Riko menambahkan, panduan etik yang jelas harus dibuat untuk memastikan masyarakat adat tidak dipaksa dalam proyek karbon. Informasi juga wajib disampaikan secara utuh, mulai dari potensi manfaat, penjualan karbon, hingga pembagian keuntungan.

"Diinformasikan sedetail-detailnya. Karena ada juga nih, kadang-kadang enggak disampaikan secara utuh, seolah-olah disebut ini proyek perlindungan hutan. Tidak disebut itu proyek karbon, akan disertifikasi, akan mendapat manfaat segini, akan dijual di sini, berapa yang akan (peroleh), itu tidak disampaikan. Jadi, ada misinformasi di situ, sehingga muncul nanti di kemudian hari konflik-konflik yang tidak diinginkan," tutur Riko.

Ia menekankan pentingnya peran validator independen untuk memastikan keterlibatan masyarakat adat dan memverifikasi apakah proyek karbon sesuai dengan standar internasional.

"Ketika mereka bicara proses etik, itu hanya (kepada) elit di desa. Jadi, yang menandatangani proses etik itu hanya dua atau tiga orang perwakilan desa. Enggak boleh kalau tiga orang (saja, sebenarnya memang) harus minimal 100 KK per desa dan dipastikan ada KTP-nya, ditunjukin fotonya. Kalau ada 100 KK, ya, 100 foto KTP untuk membuktikan bahwa mereka melakukan itu," ujarnya.

Apabila terjadi pelanggaran, Riko menekankan perlunya mekanisme keluhan yang jelas. Pemerintah, katanya, harus berperan sebagai penyaring untuk menilai kredibilitas proyek karbon. Ia juga menyarankan keterlibatan organisasi masyarakat sipil serta jurnalis sebagai pengawas independen.

"Kalau ada perusahaan-perusahaan nakal, mereka mengakali proses etik atau safeguard (kebijakan untuk melindungi masyarakat adat sebagai aktor utama dalam perdagangan karbon), dan lain-lain, menurut kami itu filternya, pertama, ada di proses validasi dan verifikasi di masing-masing standar, apakah di SRN (Sistem Registrasi Nasional) atau di standar internasional, seharusnya validator memeriksa hal-hal seperti itu," pungkas Riko.

Baca juga: Paradoks Penjaga Karbon Papua

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
BUMN
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
LSM/Figur
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
Pemerintah
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Pemerintah
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Pemerintah
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Pemerintah
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
Pemerintah
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Pemerintah
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Pemerintah
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
BrandzView
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
Pemerintah
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
LSM/Figur
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat 'Greenship Award 2025'
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat "Greenship Award 2025"
Swasta
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau