Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Maju Lebih Banyak Buang Makanan, Tapi Ada Peningkatan di Negara Berkembang

Kompas.com - 27/09/2025, 17:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Secara global, rata-rata orang membuang sekitar 132 kg makanan per tahun, dan angka ini terus meningkat. Dan dalam hal ini negara-negara kaya membuang lebih banyak makanan per orang.

Namun, dalam sebuah opini yang diterbitkan di jurnal Cell Reports Sustainability, para ekonom pertanian menyoroti bagaimana urbanisasi dan ekspansi ekonomi mendorong peningkatan pemborosan makanan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Para ekonom juga berpendapat untuk mengurangi limbah makanan, perlu ada langkah kebijakan dan perubahan struktural, misalnya memberikan dorongan insentif kepada supermarket dan restoran agar mendonasikan sisa makanan.

Selain itu, penting juga untuk mengedukasi konsumen agar mereka melakukan praktik pembelian yang lebih bijak dan penyimpanan makanan yang lebih tepat.

"Apabila tidak ditangani, meningkatnya limbah di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah berpotensi memperkuat kebiasaan konsumsi yang tidak berkelanjutan. Hal ini akan membawa dampak buruk yang serius bagi ketahanan pangan, kesehatan masyarakat, dan keseimbangan lingkungan," tulis ekonom pertanian Emiliano Lopez Barrera dan Dominic Vieira dari Texas A&M University dalam opininya.

Baca juga: Atasi Sampah Makanan, Rutinitas Harian Kita Jadi Kunci Utama

Lebih lanjut, mereka juga menulis bahwa investasi yang sifatnya proaktif seperti untuk infrastruktur pendingin, regulasi donasi makanan, dan peningkatan kesadaran publik dapat mengubah norma sosial sebelum perilaku membuang makanan menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan.

"Jika kita tidak bertindak hari ini, hal itu hanya akan melipatgandakan biaya di masa depan dan membuat intervensi mendatang semakin sulit," tulis para peneliti lagi, dikutip dari Phys, Jumat (26/9/2025).

Secara global, pemborosan makanan yang didefinisikan sebagai makanan yang dibuang oleh konsumen atau oleh layanan makanan dan tempat ritel meningkat sekitar 24 persen antara tahun 2004 dan 2014.

Secara historis, orang kaya dan negara-negara berpenghasilan tinggi membuang lebih banyak makanan. Meskipun hal ini masih berlaku hingga saat ini, tingkat pemborosan makanan menjadi lebih mirip di semua negara.

Menurut laporan tahun 2024, pemborosan makanan tahunan hanya bervariasi sekitar 7 kg per orang di seluruh negara berpenghasilan tinggi, menengah ke atas, dan menengah ke bawah.

Para penulis berpendapat bahwa kesamaan tingkat pemborosan ini disebabkan oleh lonjakan limbah makanan di negara-negara berpendapatan menengah, termasuk China, India, dan Brasil, yang mengalami urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi pesat.

Urbanisasi memicu pemborosan makanan dengan mengubah cara orang berbelanja dan mengonsumsi. Misalnya, kemudahan akses ke supermarket dan kulkas membuat orang cenderung membeli makanan yang mudah basi dalam jumlah melebihi kebutuhan mereka.

"Rumah tangga perkotaan cenderung menghasilkan lebih banyak sampah makanan daripada rumah tangga pedesaan, karena masyarakat pedesaan lebih sering memanfaatkan kembali makanan yang dibuang," tulis mereka.

Supermarket juga membuang makanan dalam jumlah yang signifikan.

Misalnya saja, para penulis mencatat bahwa di Brasil, jaringan supermarket melaporkan kerugian sebesar 1.2 miliar dolar AS akibat pemborosan makanan pada tahun 2018 saja.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
BUMN
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
LSM/Figur
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
Pemerintah
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Pemerintah
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Pemerintah
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Pemerintah
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
Pemerintah
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Pemerintah
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Pemerintah
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
BrandzView
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
Pemerintah
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
LSM/Figur
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat 'Greenship Award 2025'
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat "Greenship Award 2025"
Swasta
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau