Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Radioaktif di Cikande Picu Kanker hingga Kerusakan Sumsum Tulang Belakang

Kompas.com - 07/10/2025, 17:33 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dosen Fakultas Kedokteran IPB University, Laila Rose Foresta, mengungkapkan paparan radioaktif berisiko memicu kanker hingga kerusakan sumsum tulang belakang. Hal ini disampaikannya, menyusul temuan kontaminasi cesium-137 (Cs-137) di Cikande, Kabupaten Serang.

"Dalam jangka pendek, paparan radiasi yang tinggi dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal dan penurunan jumlah sel darah putih," ujar Laila dalam keterangannya, Selasa (7/10/2025).

Dia menjelaskan, radiasi tidak memiliki bau, rasa, atau warna. Apabila paparannya tinggi, maka seseorang bisa merasakan sensasi terbakar pada kulit, mual, muntah, atau lemas hanya beberapa jam setelah paparan. Gejala itu disebut sindrom radiasi akut (ARS).

Baca juga: Cegah Terulangnya Pencemaran Cesium-137, Pemerintah Aktifkan RPM di Pelabuhan

"Jika jumlahnya kecil dan berulang, tubuh tidak langsung memberi sinyal bahaya. Radiasi dapat terakumulasi secara diam-diam di organ, lalu merusak sel sedikit demi sedikit,” tutur dia.

Menurut Laila, efek paparan radiasi dapat bervariasi pada setiap orang. Kondisi ini disebut sebagai efek stokastik.

"Dalam jangka panjang, risikonya lebih serius berupa kanker, katarak, dan kerusakan sumsum tulang belakang yang dapat menyebabkan anemia, leukopenia, dan leukemia," ucap Laila.

Adapun anak-anak dan ibu hamil menjadi kelompok paling rentan terhadap paparan radiasi. Sebab, sel-sel dalam tubuh anak masih dalam masa pertumbuhan.

Laila menyebutkan, paparan radioaktif berulang bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan, keterlambatan perkembangan otak, dan masalah hormonal anak. Selain itu, menurunnya kesuburan akibat kerusakan produksi sperma atau sel telur.

Pada ibu hamil, terutama pada trimester pertama kontaminasi bersiko memicu keguguran, kelahiran prematur, cacat lahir, dan retardasi mental bayi.

"Jika radiasi memengaruhi sel germinal, mutasi DNA dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Jadi, risikonya tidak hanya bagi pasien, tetapi juga bagi keturunannya," jelas dia.

Baca juga: KLH Tetapkan Status Keadaan Khusus di Industri Cikande yang Terpapar Radioaktif

Untuk mencegah efek lebih lanjut, langkah utama adalah deteksi dini dan pengobatan. Seseorang yang terkontaminasi radioaktif tinggi harus melepas pakaian dan mencuci tubuh secara menyeluruh dengan sabun serta air mengalir.

Ketika pasien sudah menunjukkan gejala maka akan diberikan cairan, obat antimual, dan antibiotik profilaksis apabila jumlah sel darah putih rendah.

"Untuk dekontaminasi internal, kami memberikan obat-obatan yang dapat mengikat zat radioaktif di dalam tubuh agar dapat dikeluarkan. Misalnya, tablet KI untuk mengikat I-131 agar tidak terakumulasi di kelenjar tiroid, atau biru Prusia dan Zn-DTPA untuk jenis zat tertentu," beber Laila.

Kawasan Cikande Didekontaminasi

Diberitakan sebelumnya, tim Satgas Bidang I Mitigasi dan Penanganan Kontaminasi Sumber Radiasi telah mendekontaminasi PT Peter Metal Technology (PMT) di Kawasan Industri Modern Cikande.

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyampaikan hingga Kamis, 2 Oktober 2025, petugas mengangkat material yang memiliki tingkat radiasi tinggi menggunakan peralatan berat. Lalu memindahkannya ke fasilitas penyimpanan sementara milik PT PMT.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
LSM/Figur
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
Pemerintah
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Pemerintah
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Pemerintah
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Pemerintah
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
Pemerintah
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Pemerintah
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Pemerintah
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
BrandzView
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
Pemerintah
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
LSM/Figur
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat 'Greenship Award 2025'
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat "Greenship Award 2025"
Swasta
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
LSM/Figur
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau