KOMPAS.com - Problem polusi plastik di lautan saat ini sudah mencapai skala masif. Diperkirakan ada 170 triliun keping plastik yang mengapung di permukaan lautan global.
Dan yang mengkhawatirkan, ilmuwan menyebut plastik yang sudah ada di lautan membutuhkan waktu lebih dari satu abad untuk sepenuhnya tenggelam atau terurai, bahkan jika kita menghentikan semua polusi plastik hari ini.
Plastik sangat merugikan bagi kesehatan manusia dan hewan. Partikel kecil plastik yang lebih kecil atau dikenal sebagai mikroplastik dan nanoplastik bahkan ditemukan di arteri, otak, dan organ seksual.
Meskipun para dokter masih mempelajari dampaknya, fragmen-fragmen ini telah dikaitkan dengan kanker, diabetes, penyakit jantung, dan perubahan pada kesehatan usus.
Baca juga: Ekspor Sampah Plastik Inggris ke Negara Berkembang Naik 84 Persen dalam Setahun
"Orang-orang sering berasumsi bahwa plastik di lautan akan tenggelam atau menghilang begitu saja. Namun, model kami menunjukkan bahwa sebagian besar plastik berukuran besar dan mengapung terurai secara perlahan di permukaan, terpecah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil selama beberapa dekade," ujar Dr. Nan Wu, peneliti dari Universitas Queen Mary London.
"Fragmen-fragmen kecil ini kemudian dapat terbawa oleh salju laut untuk mencapai dasar laut, tetapi proses tersebut membutuhkan waktu. Bahkan setelah 100 tahun, sekitar 10 persen dari plastik asli masih dapat ditemukan di permukaan," katanya lagi seperti dikutip dari Independent, Kamis (23/10/2025).
Sementara itu, sebagian besar plastik (94 persen) memang pada akhirnya akan tenggelam ke dasar lautan. Namun plastik yang mencapai dasar laut akan bertahan selama berabad-abad, menjadi masalah abadi.
"Plastik itu berpotensi bertahan selama berabad-abad. Satu-satunya cara agar plastik tersebut dapat terurai adalah jika sesuatu berevolusi kemungkinan besar adalah mikroorganisme yang mengembangkan kemampuan untuk mengurai plastik," jelas Ilmuwan Senior Oceana, Dr. Kim Warner.
Baca juga: Mengapa Target 70 Persen Pengurangan Sampah Plastik 2025 Jauh dari Harapan?
Sayangnya, lingkungan dasar laut yang dingin memperlambat semua proses biologis dan kimia, termasuk penguraian, sehingga plastik menjadi sangat awet.
Selain lingkungan yang lebih dingin, NOAA menyebut beberapa plastik mengandung bahan kimia yang membuatnya lebih tahan terhadap paparan sinar matahari atau ombak.
Para peneliti khawatir bahwa polusi plastik dapat membebani atau mengganggu fungsi sabuk konveyor alami lautan yang berfungsi untuk mengangkut panas dan nutrisi ke berbagai penjuru dunia.
Meskipun potensi gangguannya sudah teridentifikasi, para peneliti menekankan bahwa penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memahami bagaimana mekanisme gangguan itu terjadi dan seperti apa konsekuensi spesifik dari gangguan tersebut.
Lebih lanjut, polusi plastik sendiri jauh melampaui lautan. Plastik ada di sungai, aliran air, danau, bahkan udara yang kita hirup.
Ini makin menegaskan bahwa polusi plastik adalah masalah antargenerasi dan akan ditanggung oleh cucu-cucu kita bahkan jika kita menghentikan polusi ini besok.
Baca juga: Ekspor Sampah Plastik Inggris ke Negara Berkembang Naik 84 Persen dalam Setahun
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya