Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman Abadi Sampah Plastik, Bertahan di Permukaan Laut Lebih dari 100 Tahun

Kompas.com - 27/10/2025, 15:03 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Problem polusi plastik di lautan saat ini sudah mencapai skala masif. Diperkirakan ada 170 triliun keping plastik yang mengapung di permukaan lautan global.

Dan yang mengkhawatirkan, ilmuwan menyebut plastik yang sudah ada di lautan membutuhkan waktu lebih dari satu abad untuk sepenuhnya tenggelam atau terurai, bahkan jika kita menghentikan semua polusi plastik hari ini.

Plastik sangat merugikan bagi kesehatan manusia dan hewan. Partikel kecil plastik yang lebih kecil atau dikenal sebagai mikroplastik dan nanoplastik bahkan ditemukan di arteri, otak, dan organ seksual.

Meskipun para dokter masih mempelajari dampaknya, fragmen-fragmen ini telah dikaitkan dengan kanker, diabetes, penyakit jantung, dan perubahan pada kesehatan usus.

Baca juga: Ekspor Sampah Plastik Inggris ke Negara Berkembang Naik 84 Persen dalam Setahun

"Orang-orang sering berasumsi bahwa plastik di lautan akan tenggelam atau menghilang begitu saja. Namun, model kami menunjukkan bahwa sebagian besar plastik berukuran besar dan mengapung terurai secara perlahan di permukaan, terpecah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil selama beberapa dekade," ujar Dr. Nan Wu, peneliti dari Universitas Queen Mary London.

"Fragmen-fragmen kecil ini kemudian dapat terbawa oleh salju laut untuk mencapai dasar laut, tetapi proses tersebut membutuhkan waktu. Bahkan setelah 100 tahun, sekitar 10 persen dari plastik asli masih dapat ditemukan di permukaan," katanya lagi seperti dikutip dari Independent, Kamis (23/10/2025).

Sementara itu, sebagian besar plastik (94 persen) memang pada akhirnya akan tenggelam ke dasar lautan. Namun plastik yang mencapai dasar laut akan bertahan selama berabad-abad, menjadi masalah abadi.

"Plastik itu berpotensi bertahan selama berabad-abad. Satu-satunya cara agar plastik tersebut dapat terurai adalah jika sesuatu berevolusi kemungkinan besar adalah mikroorganisme yang mengembangkan kemampuan untuk mengurai plastik," jelas Ilmuwan Senior Oceana, Dr. Kim Warner.

Baca juga: Mengapa Target 70 Persen Pengurangan Sampah Plastik 2025 Jauh dari Harapan?

Sayangnya, lingkungan dasar laut yang dingin memperlambat semua proses biologis dan kimia, termasuk penguraian, sehingga plastik menjadi sangat awet.

Selain lingkungan yang lebih dingin, NOAA menyebut beberapa plastik mengandung bahan kimia yang membuatnya lebih tahan terhadap paparan sinar matahari atau ombak.

Para peneliti khawatir bahwa polusi plastik dapat membebani atau mengganggu fungsi sabuk konveyor alami lautan yang berfungsi untuk mengangkut panas dan nutrisi ke berbagai penjuru dunia.

Meskipun potensi gangguannya sudah teridentifikasi, para peneliti menekankan bahwa penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memahami bagaimana mekanisme gangguan itu terjadi dan seperti apa konsekuensi spesifik dari gangguan tersebut.

Lebih lanjut, polusi plastik sendiri jauh melampaui lautan. Plastik ada di sungai, aliran air, danau, bahkan udara yang kita hirup.

Ini makin menegaskan bahwa polusi plastik adalah masalah antargenerasi dan akan ditanggung oleh cucu-cucu kita bahkan jika kita menghentikan polusi ini besok.

Baca juga: Ekspor Sampah Plastik Inggris ke Negara Berkembang Naik 84 Persen dalam Setahun

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Pemerintah
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
Pemerintah
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Pemerintah
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Pemerintah
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
BrandzView
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
Pemerintah
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
LSM/Figur
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat 'Greenship Award 2025'
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat "Greenship Award 2025"
Swasta
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
LSM/Figur
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
Pemerintah
Kemenag Dorong Mahasiswa Bergerak Nyata untuk Selamatkan Bumi
Kemenag Dorong Mahasiswa Bergerak Nyata untuk Selamatkan Bumi
Pemerintah
Dari Uang hingga Simulasi Keuangan, Ini Cerita Anak Disabilitas Belajar Mandiri lewat FIESTA
Dari Uang hingga Simulasi Keuangan, Ini Cerita Anak Disabilitas Belajar Mandiri lewat FIESTA
BrandzView
Krisis Kebakaran Hutan, Tutupan Pohon Global Hilang 370 Persen
Krisis Kebakaran Hutan, Tutupan Pohon Global Hilang 370 Persen
LSM/Figur
Jepang Masuk Persaingan Global Daur Ulang Baterai Litium
Jepang Masuk Persaingan Global Daur Ulang Baterai Litium
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau