GOWA, KOMPAS.com – Sidang lanjutan kasus peredaran uang palsu yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu (4/6/2025) malam, mengungkap Andi Haeruddin, yang juga merupakan pegawai salah satu bank BUMN, mengakui tidak mencegah peredaran uang palsu meski mengetahui proses transaksinya secara langsung.
Sidang yang berlangsung pukul 21.00 WITA itu awalnya menghadirkan Andi Haeruddin sebagai saksi untuk terdakwa Mubin Nasir.
Baca juga: Sidang Bongkar Awal Jaringan Uang Palsu UIN Makassar, Modus Ingin Buat Uang Layak Edar Terkuak
Namun, dalam persidangan, jaksa penuntut umum (JPU) Basri Bacho mempertanyakan sikap pasif Andi sebagai pegawai bank terkait keberadaan uang palsu yang disebut “uang layak edar”.
“Anda kan pegawai salah satu bank BUMN, kenapa Anda tidak mencegah uang palsu ini beredar, minimal Anda melapor ke polisi?” tanya JPU Basri Bacho dalam persidangan.
Andi Haeruddin berdalih bahwa ia tidak memiliki kewenangan untuk mencegah transaksi tersebut.
Ia juga mengaku memiliki hubungan lama dengan Mubin Nasir yang membuatnya enggan bertindak lebih jauh.
“Saya tidak punya wewenang untuk mencegah dan saya juga tidak mau bermasalah dengan Mubin karena kami sudah lama saling kenal,” jawab Andi di hadapan majelis hakim.
Basri Bacho kemudian menekankan bahwa sebagai pegawai bank, Andi seharusnya memahami perbedaan uang asli dan palsu serta memiliki tanggung jawab untuk mencegah beredarnya uang palsu di masyarakat.
“Anda tahu sejak awal bahwa uang tersebut adalah palsu. Kenapa tidak dicegah agar tidak sampai ke masyarakat? Anda ini pegawai bank, seharusnya paham,” cecar Basri.
Namun, Andi tetap membantah telah mengetahui sejak awal bahwa uang tersebut palsu.
Menurutnya, informasi yang diterimanya dari Mubin adalah bahwa uang itu adalah "uang layak edar".
“Waktu itu saya tidak tahu bahwa itu uang palsu. Informasi yang saya dapatkan dari Mubin, itu uang layak edar,” ujar Andi.
Adu mulut di ruang sidang tersebut akhirnya ditengahi oleh Ketua Majelis Hakim Dyan Martha Budhinugraen.
Sidang ini juga mengungkap bahwa uang palsu yang diperjualbelikan diproduksi menggunakan mesin canggih di lingkungan Kampus 2 UIN Alauddin Makassar, Kabupaten Gowa. Nilai produksi uang palsu disebut mencapai triliunan rupiah, dengan hasil cetakan yang sangat menyerupai uang asli.
Menurut pengakuan Andi, uang palsu senilai Rp 50 juta sempat diuji menggunakan sinar ultra violet dan bahkan dicelup air tanpa mengalami perubahan warna—dua metode yang lazim digunakan untuk mengecek keaslian uang. Hasilnya, uang tersebut lolos dari uji keaslian.
“Saya tes pakai sinar UV, tidak terdeteksi. Lalu dicelup air juga tidak luntur. Saya sendiri tidak bisa bedakan itu uang palsu atau asli,” kata Andi.
Baca juga: Barang Bukti SBN Rp 700 Triliun Jadi Perhatian di Sidang Uang Palsu UIN Makassar
Perkara ini melibatkan 15 terdakwa, di antaranya Mubin Nasir, Ambo Ala, Jhon Bliater Panjaitan, Andi Ibrahim (mantan kepala perpustakaan UIN), Satriadi (ASN DPRD Sulbar), hingga Andi Haeruddin sendiri. Satu nama lainnya, Arnold, masih berstatus sebagai daftar pencarian orang (DPO).
Majelis hakim dalam perkara ini dipimpin oleh Dyan Martha Budhinugraen dengan anggota hakim Sihabudin dan Yeni. Sementara jaksa penuntut umum terdiri dari Basri Bacho, Aria Perkasa Utama, dan Nurdaliah.
Kasus peredaran uang palsu ini pertama kali terungkap pada Desember 2024, dan langsung menghebohkan publik karena melibatkan lingkungan kampus dan hasil produksi yang hampir tidak bisa dibedakan dari uang asli, bahkan dengan bantuan X-ray.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.