MAKASSAR, KOMPAS.com- Dugaan penganiayaan, pemerasan, dan pelecehan yang dilakukan enam oknum polisi dari Satuan Sabhara Polrestabes Makassar terhadap warga Sulawesi Selatan menuai kecaman keras.
Pemerhati kepolisian Poengky Indarti menyebut aksi brutal itu "sangat mengerikan" karena dilakukan tanpa surat perintah dan dengan senjata api.
Baca juga: 6 Polisi Peras dan Aniaya Warga, Hingga Kini Belum Jalani Sidang Etik
"Sangat mengerikan adalah para pelaku bergerak tanpa ada surat perintah, sehingga tindakan kekerasan terhadap korban adalah ilegal. Apalagi diawali dengan menggunakan senjata api, sehingga ada tindakan penyalahgunaan senjata api di sini," kata Poengky kepada Kompas.com, Kamis (5/6/2025).
Poengky juga mengungkapkan bahwa seharusnya Propam Polda Sulsel maupun Polrestabes Makassar melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait narkotika yang dibawa polisi tersebut untuk diserahkan ke korban.
"Perlu dikembangkan pemeriksaannya untuk melihat apakah mereka (oknum polisi) merupakan jaringan narkoba atau pengonsumsi narkoba ?. Sangat mengerikan jika anggota Kepolisian yang masih baru lulus sekolah pendidikan pembentukan dan direkrut menjadi anggota Polri telah memiliki watak dan perilaku kriminal," ucap dia.
Poengky pun mendorong agar enam anggota polisi tersebut diberikan sanksi seberat-beratnya, ditambah hukuman pidana sesuai aturan hukum yang berlaku.
"Saya merekomendasikan agar para pelaku diproses pidana dan pelanggaran kode etik agar mendapatkan sanksi terberat berupa pidana penjara dan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH)," ujar Poengky.
Poengky juga mengingatkan bahwa pemberian hukuman terhadap enam anggota polisi tersebut harus segera diproses secara transparan agar tidak menimbulkan rasa kecewa terhadap korban.
"Polda Sulsel perlu mengingat viralnya tagar #percumalaporpolisi, yang salah satunya muncul karena respon lambat dalam menerima dan menindaklanjuti laporan masyarakat pada tahun 2021. Saya berharap dalam menangani kasus yang diduga dilakukan oleh para anggota, maka pimpinan harus bersikap tegas dan sigap, agar masyarakat tidak dikecewakan," tutup dia.
Peristiwa ini bermula kala korban yakni Yusuf Saputra (20), warga Dusun Parang Boddong, Desa Boddia, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan (Sulsel), sedang nongkrong menikmati pasar malam di kampungnya, pada Selasa (27/5/2025).
Namun, sekitar pukul 22.00 Wita, segerombolan orang berpostur tubuh tinggi sambil menenteng senjata langsung mendekati Yusuf dan mengamankannya.
"Tiba-tiba sekitar enam orang (polisi) datang, lalu menodongkan senjata ke kepala saya lalu langsung pukuli saya," kata Yusuf kepada awak media belum lama ini.
Satu dari enam polisi itu dikenali Yusuf yakni Bripda A.
Yusuf pun diamankan dan dibawa ke tempat yang sepi menggunakan mobil. Di dalam mobil, Yusuf diikat, dia juga dianiaya dan dilecehkan.
"Di tempat sepi itulah saya diikat dianiaya terus disuruh buka semua pakaian, mulai dari baju, celana hingga celana dalam saya," beber dia.