JAKARTA, KOMPAS.com – Di balik meja layanan informasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas), para pustakawan tidak sekadar duduk menunggu pengunjung datang.
Mereka selalu siap menjawab beragam pertanyaan yang bisa datang dari siapa saja—mulai dari mahasiswa yang mencari metodologi penelitian skripsi, guru yang membutuhkan bahan ajar, peneliti sejarah, hingga anak sekolah yang ingin tahu lebih banyak tentang tokoh nasional.
Ada prinsip tak tertulis yang menjadi pegangan di ruang layanan itu, pustakawan tidak boleh mengatakan “tidak tahu”.
Baca juga: Inginkan Ruang Kumpul Bermanfaat bagi Pemuda, Duo Pustakawan Bangun Taman Baca Perigi
“Di sini ada jargon yang selalu kami pegang, pustakawan tidak boleh bilang tidak tahu,” ujar Pustakawan sekaligus Ketua Tim Kerja Layanan Informasi Perpusnas RI, Sutrilastio, saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (17/9/2025).
Prinsip sederhana ini sesungguhnya mengandung tanggung jawab besar. Alih-alih memberi jawaban singkat yang membuat pengunjung pulang dengan kecewa, pustakawan berupaya mencarikan referensi yang dibutuhkan.
Jika koleksi tidak tersedia di rak, mereka akan merujuk ke database digital. Bila informasi belum juga ditemukan di sistem internal, pustakawan mencarikan alternatif sumber lain yang relevan, valid, dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Kalau koleksinya tidak ada, kami tetap harus mencarikan rujukan lain yang valid dan legal. Jadi pemustaka tidak pulang dengan tangan kosong,” ucap Tio, sapaan akrab Sutrilastio.
Menurut Tio, pustakawan dituntut menjadi pembelajar sepanjang hayat. Mereka tidak hanya menjaga buku, tetapi juga harus terus memperbarui diri agar mampu mengimbangi laju perkembangan teknologi informasi.
Baca juga: Pustakawan Kampung Buku Cibubur Buktikan Taman Baca Tetap Relevan di Era Digital
Dengan begitu, pustakawan bisa tetap menjadi rujukan terpercaya di tengah derasnya arus informasi di internet yang kerap simpang siur.
“Teknologi tidak bisa dihindari, tapi kualitas layanan pustakawan harus lebih baik,” katanya.
Peran pustakawan pun semakin penting. Mereka bukan sekadar penjaga koleksi, melainkan pemandu yang memastikan pengunjung pulang dengan pengetahuan yang benar. Untuk menjaga kualitas layanan, Perpusnas rutin menyelenggarakan pelatihan.
Deputi Bidang Pengembangan Bahan Perpustakaan dan Jasa Informasi Perpusnas RI Suharyanto menuturkan, Perpusnas mendorong pustakawan terus berkembang dan belajar.
“Bahkan kami nanti ada pendidikan yang namanya Etika Layanan. Pelatihan untuk teman-teman pustakawan itu di Oktober nanti, bekerja sama dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat),” kata Suharyanto.
Menurut dia, pelatihan ini penting agar pustakawan tidak cepat puas dengan kemampuan yang ada.
Baca juga: Kisah Pustakawan Edi, Bangun Taman Baca Kampung Buku demi Tingkatkan Literasi
“Saya sebagai pimpinan selalu bicara ke teman-teman, tidak boleh puas, harus terus belajar meningkatkan kompetensinya,” ujarnya.
Dengan semangat itu, Perpusnas ingin memastikan pustakawan tetap menjadi wajah layanan publik yang andal, mampu menjawab pertanyaan siapa saja, kapan saja, tanpa pernah berkata, “tidak tahu.”
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang