KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) membeberkan sejumlah fakta soal penerbitan izin tambang nikel di Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.
Menurut para pegiat lingkungan, aktivitas tambang nikel di pulau-pulau kecil yang ada di Raja Ampat dianggap melanggar UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023
UU dan putusan MK tersebut melarang segala aktivitas tambang di pesisir maupun pulau yang luasnya kurang dari 2.000 kilometer persegi. Tambang dinilai menyebabkan sedimentasi hingga penggundulan hutan di Kepulauan Raja Ampat.
Terlebih, keberadaan tambang di sana dianggap dekat dengan kawasan pariwisata bahari. Izin tambang nikel di Raja Ampat diketahui terbit pada 2017 atau di era Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Baca juga: Izin Tambang Nikel Raja Ampat Turun 2017, Siapa Menterinya Saat Itu?
Berdasarkan informasi yang dirilis Kementerian ESDM, pemilik tambang nikel di Raja Ampat dengan cakupan wilayah konsesi paling luas dimiliki oleh PT Gag Nikel.
Perusahaan ini tercatat sebagai pemegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII dengan luas wilayah 13.136 hektare di Pulau Gag. Tambang nikel perusahaan telah memasuki tahap operasi produksi berdasarkan SK Menteri ESDM Nomor 430.K/30/DJB/2017 yang berlaku hingga 30 November 2047.
SK tersebut diteken oleh Iganius Jonan kala menjabat sebagai orang nomor satu di Kementerian ESDM sebelum posisinya digantikan Arifin Tasrif.
PT Gag Nikel juga diketahui telah mengantongi dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang lebih duku terbit pada tahun 2014, lalu Adendum AMDAL di tahun 2022, dan Adendum AMDAL Tipe A yang diterbitkan tahun lalu oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sementara itu IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) dikeluarkan tahun 2015 dan 2018. Izin lainnya berupa Penataan Areal Kerja (PAK) diterbitkan tahun 2020.
Hingga 2025, total bukaan tambang mencapai 187,87 hektare, dengan 135,45 hektare telah direklamasi. PT Gag Nikel belum melakukan pembuangan air limbah karena masih menunggu penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO).
Selain PT Gag, ada empat perusahaan lain pemilik tambang nikel di Raja Ampat. Namun demikian, luas konsesinya jauh lebih kecil.
Baca juga: ESDM Blak-blakan Izinkan Tambang Nikel di Pulau-pulau Kecil Raja Ampat
Misalnya saja PT Anugerah Surya Pratama (ASP) yang berstatus PMA asal China, Perusahaan ini mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM Nomor 91201051135050013 dengan luas 1.173 hektare di Pulau Manuran.
Lalu tiga perusahaan pemilik tambang nikel di Raja Ampat lainnya yakni PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) dengan IUP seluas 2.193 hektare, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) pemegang IUP seluas 5.922 hektare, dan PT Nurham dengan wilayah seluas 3.000 hektare di Pulau Waegeo.
Izin ketiga perusahaan terakhir tersebut bukan berasal dari pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri ESDM. Izin-izin ketiganya diterbitkan oleh pemerintah daerah, yakni Bupati Raja Ampat.
PT Gag tercatat sebagai perusahaan dengan wilayah tambang terluas dibanding empat perusahaan lainnya. Saham pemilik tambang nikel di Pulau Gag ini rupanya dikuasai PT Antam Tbk.