Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Nur Rianto
Dosen dan Peneliti

Al Arif merupakan dosen dan peneliti di UIN Syarif Hidayatullah dan CSEAS Indonesia

Rojali, Rohana, Rohalus: Daya Beli Melemah atau Gaya Belanja Berubah?

Kompas.com - 28/08/2025, 17:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Jika ini dibaca sebagai alarm krisis, pemerintah perlu merespons dengan kebijakan peningkatan daya beli — mulai dari menjaga stabilitas harga pangan, memperluas bantuan sosial yang tepat sasaran, hingga menstimulasi penciptaan lapangan kerja.

Namun jika ini dilihat sebagai adaptasi sehat, maka tantangannya adalah bagaimana pelaku ritel dan UMKM bisa menyesuaikan strategi agar relevan dengan perilaku konsumen digital.

Fenomena ini juga tidak bisa dipandang remeh dari sisi makroekonomi. Konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari separuh PDB Indonesia. Jika masyarakat hanya “lihat-lihat” tanpa belanja, pertumbuhan ekonomi bisa melambat.

Namun, data BPS menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 masih berada di kisaran 5,12 persen.

Kondisi ini menunjukkan bahwa belanja tetap terjadi, tetapi distribusinya berubah. Penjualan e-commerce, F&B, dan jasa hiburan meningkat, sementara ritel barang konsumsi non-esensial stagnan. Ini perlu diantisipasi agar ketimpangan sektor tidak melebar.

Selain itu, ada risiko lain, yaitu jika konsumen terlalu mengandalkan paylater atau cicilan digital, stabilitas keuangan rumah tangga bisa terganggu.

Data menunjukkan bahwa utang masyarakat Indonesia di layanan paylater menyentuh nominal Rp 29,59 triliun per April 2025. Namun, kredit macet paylater dilaporkan naik dari 3,48 persen menjadi 3,78 persen.

Sementara itu, utang pinjol mencapai Rp 80,94 triliun, naik 29,01 persen secara tahunan, tingkat kredit macet pinjol juga naik dari 2,77 persen menjadi 2,93 persen.

Jika tidak dikelola, maka kondisi ini bisa menjadi bom waktu yang berdampak pada kesehatan sistem keuangan nasional.

Terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah terkait fenomena ini. Pertama, pemerintah harus menjaga stabilitas harga pangan.

Inflasi pangan sangat menentukan daya beli kelas bawah, menjaga pasokan beras, daging, dan sayuran menjadi prioritas. Intervensi logistik dan penguatan cadangan pangan strategis sangat krusial.

Kedua, pemerintah perlu mendorong kenaikan pendapatan riil. Pemerintah harus mengupayakan penciptaan lapangan kerja berkualitas, kenaikan upah minimum yang seimbang, serta pemberdayaan UMKM bisa meningkatkan daya beli.

Ketiga, pemerintah perlu mendukung ekosistem ritel hybrid. Mal dan ritel fisik tidak bisa diabaikan. Pemerintah bisa mendorong model omnichannel, misalnya dengan memberikan insentif digitalisasi bagi tenant mal atau subsidi logistik bagi UMKM yang masuk e-commerce.

Terakhir ialah edukasi keuangan digital. Edukasi ini penting agar masyarakat tidak terjebak utang konsumtif, literasi keuangan digital harus diperkuat. Edukasi mengenai penggunaan paylater yang sehat penting untuk mencegah risiko ke depan.

Bagi masyarakat, fenomena rojali dan kawan-kawannya bisa jadi momentum untuk lebih bijak. Alih-alih sekadar jalan-jalan tanpa belanja atau tergoda promo online, konsumen perlu menata ulang prioritas keuangan.

Hidup hemat bukan berarti anti-konsumsi, melainkan mengarahkan konsumsi ke hal-hal yang produktif.

Generasi muda bisa mulai mempraktikkan conscious consumption: membeli barang yang benar-benar dibutuhkan, mendukung produk lokal, dan mengurangi perilaku impulsif.

Selain itu, penting untuk menyeimbangkan pengeluaran antara kebutuhan pokok, gaya hidup, dan tabungan masa depan.

Fenomena rojali, rohana, dan rohalus memang menggelitik. Namun, di balik guyonan itu tersimpan pesan serius tentang arah konsumsi masyarakat kita.

Fenomena ini adalah cermin dari tekanan daya beli sekaligus tanda perubahan perilaku belanja. Masyarakat tidak berhenti konsumtif, melainkan semakin selektif, digital, dan berorientasi pada pengalaman.

Bagi pemerintah, fenomena ini adalah alarm untuk terus menjaga stabilitas daya beli. Bagi pelaku ritel, ini peringatan untuk tidak berpuas diri dengan ramainya mal, karena transaksi nyata bisa saja berpindah ke dunia digital.

Dan bagi masyarakat, ini momentum untuk belajar menjadi konsumen yang lebih cerdas, hemat, dan berkelanjutan.

Pada akhirnya, apakah rojali, rohana, rohalus tanda krisis atau adaptasi? Mungkin keduanya. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana kita merespons.

Jika responsnya tepat, maka fenomena ini bukanlah gejala melemahnya ekonomi, melainkan bukti bahwa masyarakat Indonesia semakin matang dan rasional dalam belanja.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang

Halaman:


Terkini Lainnya
Balikkan Rugi, Emiten Emas ARCI Cetak Laba Bersih 71 Juta Dollar AS
Balikkan Rugi, Emiten Emas ARCI Cetak Laba Bersih 71 Juta Dollar AS
Cuan
Danantara Mulai Tender Proyek Sampah Jadi Listrik (WTE) 6 November
Danantara Mulai Tender Proyek Sampah Jadi Listrik (WTE) 6 November
Energi
Laba Bersih DATA  Naik 24 Persen pada Kuartal III 2025, Ditopang Ekspansi Jaringan FTTH
Laba Bersih DATA Naik 24 Persen pada Kuartal III 2025, Ditopang Ekspansi Jaringan FTTH
Cuan
Gandeng S&P Dow Jones Indices, BEI Luncurkan Tiga Indeks Saham Co-Branded
Gandeng S&P Dow Jones Indices, BEI Luncurkan Tiga Indeks Saham Co-Branded
Cuan
Setahun Prabowo-Gibran, BTN (BBTN) Akselerasi Program Tiga Juta Rumah
Setahun Prabowo-Gibran, BTN (BBTN) Akselerasi Program Tiga Juta Rumah
Keuangan
Jaga Stabilitas dan Dorong Ekonomi, BI Longgarkan Kebijakan Moneter
Jaga Stabilitas dan Dorong Ekonomi, BI Longgarkan Kebijakan Moneter
Keuangan
Produksi Beras Naik, Mentan: Insya Allah Tahun Ini Tak Ada Impor
Produksi Beras Naik, Mentan: Insya Allah Tahun Ini Tak Ada Impor
Ekbis
4 Kriteria Penerima Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan
4 Kriteria Penerima Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan
Ekbis
Menhub Lantik Teuku Faisal Fathani Jadi Kepala BMKG, Dorong Sinergi Transportasi dan Informasi Cuaca Nasional
Menhub Lantik Teuku Faisal Fathani Jadi Kepala BMKG, Dorong Sinergi Transportasi dan Informasi Cuaca Nasional
Ekbis
Apa Itu ETF Emas dan Manfaatnya untuk Investor?
Apa Itu ETF Emas dan Manfaatnya untuk Investor?
Cuan
KKSK: Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Terjaga
KKSK: Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Terjaga
Ekbis
Lippo Karawaci Kantongi Pendapatan Rp 6,51 Triliun, Laba Bersih Tembus Rp 368 Miliar
Lippo Karawaci Kantongi Pendapatan Rp 6,51 Triliun, Laba Bersih Tembus Rp 368 Miliar
Cuan
IHSG Ditutup Melonjak 1,36 Persen pada 8.275, Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah Lagi
IHSG Ditutup Melonjak 1,36 Persen pada 8.275, Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah Lagi
Cuan
Perkuat Keamanan Logistik Nasional, IPC TPK Operasikan Alat Pemindai Peti Kemas di Tanjung Priok
Perkuat Keamanan Logistik Nasional, IPC TPK Operasikan Alat Pemindai Peti Kemas di Tanjung Priok
Industri
Inflasi Telur dan Daging Ayam Ras Melonjak, BPS Sebut Karena Permintaan Tinggi untuk Program MBG
Inflasi Telur dan Daging Ayam Ras Melonjak, BPS Sebut Karena Permintaan Tinggi untuk Program MBG
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau