JAKARTA, KOMPAS.com – Setahun sejak Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming dilantik pada 20 Oktober 2024, kondisi ketenagakerjaan Indonesia dinilai belum menunjukkan perbaikan berarti.
Menurut Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, sejumlah indikator justru memperlihatkan tren yang mengkhawatirkan.
Data Februari 2025 mencatat jumlah pengangguran terbuka mencapai 7,28 juta orang, naik 83.000 orang dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Baca juga: Tenaga Kerja Belum Sesuai Kebutuhan Industri, Pengangguran Muda Masih Tinggi
Ilustrasi pengangguran, pencari kerja“Jumlah angkatan kerja memang bertambah 3,67 juta orang, tetapi lapangan kerja yang terbuka hanya 3,59 juta. Artinya, ada defisit kesempatan kerja, dan yang banyak tumbuh justru sektor informal,” ujar Timboel kepada Kompas.com pada Jumat (17/10/2025).
Ia menilai lemahnya penciptaan lapangan kerja formal diperburuk dengan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor padat karya, seperti di PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex dan PT Yamaha Indonesia, yang gagal mendapatkan intervensi pemerintah.
Selain itu, serbuan barang impor dari China membuat produk lokal kalah bersaing di pasar domestik. Sementara kebijakan tarif tinggi dari pemerintahan Presiden AS Donald Trump turut menekan ekspor Indonesia.
“Iklim investasi juga belum diperbaiki dengan baik. Investor asing enggan masuk karena birokrasi yang berbelit dan masih maraknya praktik pungli,” ujarnya.
Baca juga: Memahami Angka Pengangguran Versi BPS
Timboel mencontohkan, kasus pungutan liar perizinan tenaga kerja asing (TKA) dan pemerasan sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang menyeret sejumlah pejabat Kementerian Ketenagakerjaan ke meja KPK.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya