Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Akhmad Sugandi
ASN

Saya seorang ASN di Badan Pusat Statistik Kabupaten Indramayu dan filantropis di Kilau Indonesia

Memahami Angka Pengangguran Versi BPS

Kompas.com - 10/09/2025, 14:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AWAL September bagi kami di Badan Pusat Statistik (BPS) terasa campur aduk. Ada rasa lega, tapi juga ada rasa was-was.

Lega karena ribuan petugas mitra statistik di seluruh pelosok negeri baru saja menyelesaikan tugas besar: pendataan Survei Angkatan Kerja Nasional atau Sakernas triwulan 3 tahun ini.

Data mentah mulai kami terima, siap diolah menjadi gambaran terbaru kondisi tenaga kerja di Indonesia.

Namun, di tengah kesibukan itu, kami juga mendengar suara-suara dari masyarakat. Saya membaca komentar di internet, "ngawur...ngawur...kok dibanggain...".

Komentar itu, walau singkat, mewakili keraguan banyak orang terhadap data yang kami keluarkan. Seolah ada jurang antara angka statistik dengan kenyataan yang dirasakan sehari-hari.

Keraguan ini bukan cuma dari masyarakat umum. Para ahli juga memberikan masukan yang kami hargai.

Saya membaca ulasan dari Ibu Qisha Quarina, seorang pakar ekonomi UGM, di media ini beberapa waktu lalu.

Baca juga: Di Balik Angka Kemiskinan: Catatan Petugas Statistik BPS

Beliau bertanya, bagaimana bisa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun, tapi jumlah orang yang menganggur malah bertambah?

Ini pertanyaan yang sangat bagus dan penting. Pertanyaan ini butuh jawaban yang jelas, bukan sekadar pembelaan.

Karena itu, izinkan saya, yang sudah 19 tahun mengabdi sebagai statistisi di salah satu kantor BPS di pojok utara Jawa Barat, untuk menjelaskan bagaimana kami bekerja dan bagaimana angka-angka ini muncul.

Tujuan saya bukan untuk berdebat, apalagi menggurui, tapi untuk berbagi informasi. Harapannya, kita semua bisa memahami data ini dengan lebih baik.

Kenapa persentase turun, tapi jumlah penganggur naik?

Mari kita bahas inti masalah yang diangkat oleh pakar UGM tadi. Data Sakernas Februari 2025 menunjukkan TPT turun menjadi 4,76 persen dari 4,82 persen setahun sebelumnya.

Namun di waktu yang sama, jumlah penganggur bertambah sekitar 83.450 orang, menjadi 7,28 juta jiwa. Kelihatannya aneh, bukan?

Untuk memahaminya, kita perlu tahu cara menghitung TPT. Tingkat pengangguran adalah jumlah penganggur dibagi dengan jumlah total angkatan kerja. Angkatan kerja adalah mereka yang bekerja ditambah mereka yang sedang mencari kerja.

Kuncinya ada di pembaginya: jumlah angkatan kerja selalu bertambah. Setiap tahun, ada jutaan lulusan baru yang masuk ke pasar kerja. Ini membuat jumlah total angkatan kerja terus membesar.

Data BPS menunjukkan, dalam setahun hingga Februari 2025, ada 3,59 juta lapangan kerja baru yang tercipta. Ini menunjukkan pasar kerja kita terus bergerak.

Baca juga: Jangan Remehkan Isu Kebutuhan Lapangan Pekerjaan

Nah, ketika penambahan jumlah angkatan kerja (pembagi) lebih besar daripada penambahan jumlah penganggur (yang dibagi), maka hasil persentasenya bisa turun.

Inilah yang terjadi pada data terakhir. Artinya, ekonomi kita mampu menyerap banyak tenaga kerja baru, tapi belum semuanya terserap.

Jadi, ini bukan angka yang bertentangan. Ini adalah gambaran dari kondisi ekonomi kita yang memang rumit.

Data ini menunjukkan dua sisi: ada kabar baik tentang terciptanya banyak lapangan kerja, tapi sekaligus ada tantangan besar untuk menyerap semua angkatan kerja yang ada.

Halaman:


Terkini Lainnya
Purbaya Tawarkan Pemda hingga BUMD Ajukan Pinjaman ke Pusat dengan Bunga Rendah 0,5 Persen
Purbaya Tawarkan Pemda hingga BUMD Ajukan Pinjaman ke Pusat dengan Bunga Rendah 0,5 Persen
Keuangan
Nilai Tukar Petani dan Nelayan Kompak Turun Pada Oktober 2025, Apa Penyebabnya?
Nilai Tukar Petani dan Nelayan Kompak Turun Pada Oktober 2025, Apa Penyebabnya?
Ekbis
Benarkah Hino Milik Toyota?
Benarkah Hino Milik Toyota?
Ekbis
Purbaya Soroti Lambatnya Penyerapan Dana oleh BTN, Sektor Perumahan Dinilai Masih Lesu
Purbaya Soroti Lambatnya Penyerapan Dana oleh BTN, Sektor Perumahan Dinilai Masih Lesu
Ekbis
Tak Mau Anak Magang Dieksploitasi, Ini Arahan Menaker
Tak Mau Anak Magang Dieksploitasi, Ini Arahan Menaker
Ekbis
Purbaya: Saya Undang Investor Asing, tapi Tidak Akan Memohon-Mohon
Purbaya: Saya Undang Investor Asing, tapi Tidak Akan Memohon-Mohon
Ekbis
Inflasi Oktober 2025 Capai 0,28 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Cabai Merah
Inflasi Oktober 2025 Capai 0,28 Persen, Disumbang Emas Perhiasan dan Cabai Merah
Ekbis
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS pada September 2025
Neraca Dagang Indonesia Surplus 4,34 Miliar Dollar AS pada September 2025
Ekbis
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Perkuat Peran di IKN, PT PP Teken Kontrak Pembangunan Jalan Kawasan Yudikatif Senilai Rp 1,97 Triliun
Industri
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
OJK Ungkap Tantangan Pengembangan Industri Keuangan Syariah, Mulai Permodalan hingga Diversifikasi Produk
Ekbis
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Pabrik Asia Lesu, Dampak Tarif dan Lemahnya Permintaan AS Mulai Terasa
Ekbis
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Purbaya dan DPD Bahas Arah Kebijakan Fiskal dan Penguatan Daerah
Ekbis
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Rupiah Melemah di Awal Pekan, Dihantui Kenaikan Inflasi dan Surplus Dagang Menyusut
Ekbis
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Harga Referensi Biji Kakao Turun 14,5 Persen, Imbas Suplai Melimpah
Ekbis
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Harga Emas Antam Melorot di Perdagangan Hari Ini, Turun Jadi Rp 2,27 Juta Per Gram
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau